Kamis, 08 Juni 2017

Bersahabat dan Berdamai Dengan Kenyataan




Pernahkan mengalami kepahitan? pernahkan merasa tak percaya pada kenyataan? kenapa harus mengalami kenyataan yang tidak diharapkan? Jika pernah? lalu apa yang dilakukan?.

Kehidupan ini tidak hanya berisi kebahagiaan dan kegembiraan, siapapun apsti pernah mengalami peristiwa pahit, buruk atau menyedihkan, siapapun dia. Kalau ada yang merasa selama hidupnya tak pernah mengalami kesedihan, mungkin belum pernah mengalami, atau bisa berbeda cara memandang saja.

Rasa sedih, rasa pahit menerima kenyataan yang tengah terjadi, karena kenyataan yang muncul tidak sesuai dengan harapan yang kita sematkan. Harapan yang kita letakkan, kita sandarkan ternyata terhempas, terbanting begitu kerasnya dan berbalik, berubah menjadi sebuah kenyataan yang sangat jauh dari keinginan kita.

Akupun pernah mengalami peristiwa yang demikian itu, dan bukan hanya sekali, namun berkali-kali. Sebut saja harus mendampingi orang tua yang sakit parah saat sudah diterima bekerja, akhirnya aku tidak bekerja. Lalu, adikku yang menikah terlebih dahulu, aku yang terkena tumor payudara ganas, masih banyak lagi.

Beruntunglah, tak lama kemudian aku sadar, bahwa aku harus segera mengambil langkah, menentukan tindakan.

Apakah mudah? tentunya tidak, namun keputusan bergerak dan bangkit dari kesedihan menjadi awal munculnya solusi-solusi baru. 

Berada dalam situasi penyangkalan

Ketidaksiapan atau ketidakmenerimaan terhadap apa yang terjadi, apa yang dialami, selalu muncul pada awal kejadian. Bagaimana aku menangis sendirian di sebuah mushola usai dokter mengatakan bahwa aku mengidap tumor ganas.
Sambil menangis, muncul pertanyaan bertalu-talu dalam hati, kenapa aku? kenapa aku? bagaimana mungkin ini terjadi padaku? dan lainnya.

Aku bersyukur, situasi seperti itu tidak terlalu lama menghinggapi aku. Mungkin akan beda efeknya jika kejadian ini menimpaku saat aku masih kuliah dulu.

Memetik pengalamanku, aku mencoba memahami beberapa efek dari ketidaksiapan menerima situasi yang pahit dan menyakitkan ternyata bisa cukup buruk.

  • Menolak kenyataan
    Ya, tidak mudah menerima kenyataan menyakitkan dalam hidup, terlebih ketika hidup dalam kesendirian seperti yang aku alami dahulu. Bisa dipahami ketika yang muncul adalah menolak kenyataan. Apa yang lebih tidak nyaman selain menolak kenyataan? menyangkal fakta yang nyata-nyata bersama kita?
  • Marah
    Marah itu yang akan terjadi, mulai marah pada diri sendiri, marah pada situasi, marah pada orang lain bahkan tak menutup kemungkinan marah kepada takdir yang sedang dihadapi,  alias marah pada Tuhan. Ups jangan sampai terjadi dong ya, tapi bisa saja terjadi. Ada semacam perasaan yang tak tertanggungkan yang membuat kemarahan itu muncul.
  • Merasa hidup sendirian
    Merasa seperti paling menderita, merasa hidup sendirian dan tidak punya kawan, itulah yang sering dirasakan oleh mereka yang sedang tertimpa kesulitan. Merasa tidak ada yang menghiraukan, dan akibatnya bisa saja akan menarik diri dari lingkungannya.
  • Merasa tidak bahagia
    Iya lah, bagaimana mungkin akan merasakan bahagia jika merasakan kemarahan. Jika seseorang merasa tidak bahagia, maka akan dirasakan oleh lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitarnya juga pasti terkena imbas ketidakbahagiaan itu.
  • Tertekan
    Tertekan? pastilah, tertekan oleh situasi batinnya sendiri jika tidak segera menyadari situasinya kemudian merubahnya menjadi lebih positif. Tentunya membutuhkan dukungan orang-orang terdekat, mintalah dukungan, untuk segera beranjak dari situasi buruk itu.
  • Sakit
    Semua situasi buruk dalam batin, pasti akan berefek ke bodi. Biasanya seseorang yang sedang mengalami tekanan akan diikuti perubahan pola makan, pola tidur dan laiinya. Bisa menjadi tak mau makan sama sekali, atau sebaliknya menjadi banyak makan untuk  melarikan rasa tertekan.
    Tidur juga terganggu, bisa saja menjadi mengalami sulit tidur, atau sebaliknya tidur terus menerus.


Menerima takdir


Mungkin masih banyak efek lain dari sikap menolak kenyataan, namun intinya terus menerus menolak kenyataan itu akibatnya buruk. Bersahabat dan berdamai dengan kenyataan itu yang terbaik.

Butuh proses, butuh waktu untuk berdamai dengan kenyataan yang dirasa pahit? tak ada yang salah. Karena dengan berdamai tak akan ada penolakan di bawah sadar.

Tidak mudah? terasa berat? iya pasti, tetapi mencoba berdamai itu akan membuat hati dan pikiran jadi tenang.

Lebih baik menjalani meskipun itu pahit dibandingkan menolak yang akan berakibat tidak baik, lahir maupun batin. 

Menerima takdir itu akan memudahkan langkah selanjutnya, karena menerima takdir akan membuat hati menjadi tenang.

23 komentar:

  1. Aku juga pernah mengalami kekecewaan, penolakan, sakit hati dan sebagainya. Cukup sering. Pernah menyalahkan keadaan. Bahkan tidak legowo (ikhlas), menerima kenyataan. Beruntung ada kesadaran diri bahwa tidakbsemua harap harus terwujudkan. Menerima dengan ikhlas semua ujian dan cobaan akan menguatkan kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ujian akan menguatkan, itu kata kuncinay ya mab

      Hapus
  2. Bersyukur ada asinan blogger, yang membuat kita saling menguatkan

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Buatku hal yang terjadi tidak sesuai kehendakku itu itu semua untuk mendidikku semakin murni sebagai ciptaanNYA dan selalu mengingat bahwa aku hanyalah ciptaan dan percaya pada akhirnya semuanya akan baik.

    Jika belum baik , maka belum akhi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kesadaran semacam itu memang harus dipelajari terus ya mba

      Hapus
  5. Aku juga pernah nggak bisa menerima sesuatu yang terjadi, bahkan menyalahkan diri sendiri (juga keadaan di sekitar) kenapa hal itu sampai terjadi. Cukup sulit juga melangkah sementara pikiran dan hati kita tertinggal di masa lalu. Tapi sejak kenal dunia menulis, ternyata menulis mampu menyalurkan emosi dan energi negatif. Menulis juga membantu menyembuhkan luka-luka yang ada dalam hidup kita.

    BalasHapus
  6. Benar banget bang... Kuncinya itu iklas dalam menjalani takdir hidup...

    BalasHapus
  7. Perjalanan hidup yang pait akan kah datang setelah kita menginjak usia dewasa? Soalnya saya masih usia remaja, dan penasaran dengan artikel ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak juga, etrgantung kiat melihat ujian itu

      Hapus
  8. Tuhan tahu yang terbaik buat umatnya, tetap semangat

    BalasHapus
  9. pengalaman adalah sebaik2nya guru ya mbak.segala sesuatu ada hikmahnya ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai mba, iya semoga kita bisa ambil pelajaran dari berbagai pengalaman

      Hapus
  10. saya sering kali merasakan pahitnya kehidupan, ketidak berpihakan sehingga merasa tersudut dan sendiri.
    pasrah dan iklas akn takdir Allah, belajar menerima ketentuanNya

    BalasHapus
  11. saya juga lumayan sering mengalami kepahitan atau hal-hal yang tidak sesuai harapan. terimakasih udah berbagi mbak.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama, terimakasih juga, saling menguatkan

      Hapus
  12. Marah,kecewa dan juga belum menerima ,,kok bisa ya terjadi padaku ??,lah kenpa aku ??,,muncul berbagai pernyataan sejenis yang membuat diri ini tak bisa berdamai dengan kenyataan ,,,,

    yah memang sulit menrima ..butuh waktu yang tak lama pula ,,tapi percyalah :) ,akan ada rencana Tuhan yang indah

    BalasHapus
  13. Antara takut dan bersyukur diberi Amanah dikaruniai anak ABK..saya selalu mencari hikmah dibalik Setiap ujian Allah..meskipun masih sering denial. Thanks for sharing yaa Mbak..semangat yaa Mbak :)

    BalasHapus