Halo..hola.. tangan ini rasanya kangen nulis di blog, lho selama vacum nulis di blog nulis dimana? dimana saja sih, di medsos, juga di platform lain.
Sejak munculnya virus corona, banyak korban berjatuhan, ekonomi negeri ini terpuruk, sebagain besar keluarga juga terpapar virus, aku memang kaya lag, ngga mampu berpikir maksimal.
Nggak lama sih, hanya kebetulan beberapa kerjaan sambilan, ya.., blog tinggal dulu deh, satu saat balik juga ke nulis blog.
Sebenarnya sudah banyak yang pengin ditulis, tetapi karena nggak langsung dieksekusi, ya batal dan batal lagi.
Itu kisah dibalik vacumnya blog dalam jangka waktu lama.
Warna warni budaya, keragaman tutup kepala perempuan
Hari Batik
Beberapa hari ini, Time Line aku penuh dengan foto-foto dengan busana batik, ada foto kelas membatik, ada foto ah video sndratasi Jawa dengan tema batik, pokoknya serba batik deh.
Eh.., ternyata tgl. 2 Oktober itu Hari Batik Nasional ya, seneng lihat banyaknya yang peduli untuk memperingati Hari Batik tahun ini.
Nah, seminggu sebelum hari Batik nih, tanggal 26 September 2021 aku diajakin teman ke sebuah acara, dan acaranya salah satunya ya dalam rangka Hari Batik Nasional.
Mau dong, dan seneng diajakin karena sebenarnya aku tuh pecinta budaya sejak kecil, hehehe. Hanya kurang ada kesempatan untuk mengikuti perkembangan budaya.
Tempatnya nggak jauh sih, di Sawangan, tepatnya di sebuah Caffe di bilangan Cinangka Depok.
Acara dihadiri lintas komunitas perempuan, diantaranya Serumpun Bakung, Blackhouse Library, Chattra Kebaya, Pertiwi Indonesia, Sanggar Tari SBM dan Gemah ( TMII ), Yayasan Dilts, Pondok Belajar PUAN, dan Komunitas Perempuan Sehati Indonesia.
Warna warni Indonesia sangat terasa, para perempuan hadir dengan berbagai busana daerah, batik, tenun, songket,dan sebagainya.
Sebelah kiri, Uni Ocha mengenakan penutup kepala ( tingkuluak ) adalah songket benang emas dari Pandai Sikek Sumatra Barat, dan sebelah kanan kakak Nury Sibly mengenakan tengkuluk batik Jambi motif bunga tanjung
Tengkuluk
Tema yang diusung hari itu adalah "ngopi tengkuluk, mengenal tutup kepala perempuanj Indonesia", inisiator acara ini namanya mba Nury Sibli, seorang aktifis kemasyarakatan, pemerhati masalah budaya, sosial, juga seorang ibu rumah tangga dengan satu putri kecil.
Buat aku, hari itu adalah hari bersejarah, karena aku berada di antara perempuan-perempuan pejuang budaya leluhur, aku merasa beruntung ada di sana.
Acara ini berniat mengenal tutup kepala perempuan nusantara, agar kita semua paham bahwa negeri ini sudah sejak berbad-abda lampau sudah mengenal tutup kepala.
Aku serasa katrok lho pas dengerin paparan nara sumber tentang tutup kepala yang filosofinya nggak sama tuh di beberapa daerah. Sebut saja tutup kepala anatara budaya Minangkabau dan budaya Jambi.
Bagi masyarakat Minangkabau, tikuluak atau tingkuluak adalah simbol kedaulatan perempuan. Makna kuasa kaum perempuan disematkan pada simbol kain penutup kepala mereka.
Bagi masyarakat Jambi beda lagi, disebut dengan tekuluk adalah kesahajaan sekaligus kehormatan. Perempuan Jambi memakai tutup kepala untuk kegiatan sehari-hari.
Tengkuluk memiliki beberapa nama dan cara pemakaian, ada kerudung, tengkuluk, kuluk, tingkuluak, saong, bulang, passapu, tukos dan jong.
Di acara ngopi tengkuluk itu juga, kami melakukan jumpa virtual dengan ibu Nurlaini. Ibu Nurlaini adalah penulis buku 'Kuluk Penutup Kepala Warisan Luhur dari Jambi'.
Menurut Ibu Nurlaini, tengkuluk sudah digunakan perempuan Jambi untuk menutup kepala, baik untuk hadir di acara adat maupun kegiatan sehari-hari, misal ke sawah.
Belajar menggunakan tingkuluakBanyak kebaikan yang bisa kita dapatkan dari para leluhur, bila kita mau bertanya pada para sesepuh, baik orang tua kita sendiri, atau sesepuh lain, siapapun dia.
Warisan budaya luhur, yang mungkin enggak kita kenal. Karena mungkin kita malas bertanya, malas mencari info juga.
Mungkin, iya, mungkin selama ini kita sering kagum pada karya seni, budaya dari leluhur kita. Tapi hanya sebatas kagum saja, kita nggak ingin tahu lebih banyak.
Kenapa kita lahir di nusantara? ada ketetapan yang berhubungan dengan tanah dimana kita lahir, ada fitrah yang mungkin tidak atau belum kita pahami.
Acara 'Ngopi Tengkuluk" ini bertujuan untu mengenalkan budaya menutup kepala yang sudah ada sejak ratusan tahun silam di negeri ini.
Selain itu juga untuk mengasah kembali pemahaman keberagaman nusantara, fakta yang kadang terabaikan.
Padahal, kewajiban merawat dan melestarikan nilai-nilai positif itu ada di pundak generasi setelahnya, termasuk kita.