Halo, masih ada yang kenal atau ingat lagu ini?
Harta yang paling berharga
Adalah keluarga
Istana yang paling indah
Adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna
Adalah keluarga
Mutiara tiada tara
Adalah keluarga
Lagu yang pernah populer itu melukiskan, bahwa keluarga adalah sebuah harta yang paling bermakna, bahkan tak terniai harganya.
Lalu, sejenak kita ingat kasus bom bunuh diri yang menghentak nalar dan hati kita --aku masih sedih kalau ingat akan tragedi ini--, dimana diduga pelakunya adalah sebuah keluarga.
Tragedi ini makin membuat aku sedih banget, karena salah satu pelaku bom bunuh diri itu perempuan, ya perempuan yang identik dengan kelembutan, kasih sayang, welas asih.
Bukan hanya itu saja, perempuan itu juga mengajak anak-anaknya untuk ikut serta menjadi bomber, sampai saat inipun rasanya masih tidak percaya. muncul pertanyaan, kok bisa? kok tega?.
Tragedi itu membuat aku merenung? keluarga macam apa ya mereka/ kok begitu mudahnya mempertaruhkan nyawa? bahagia atau tidak bahagiakah keluarga mereka?
Keluarga dan masyarakat
Aku bukan akan membahas tentang mereka itu, tapi tragedi itu mau tak mau membuatku merenung kembali tentang arti dan makna sebuah keluarga, mengingat keluara adalah unit terkecil dari sebuah sistim sosial.
Senang sekali, aku bisa gabung di even Blogger yang membincang tentang keluarga yang berkualitas, penyelenggaranya kerjasama BKKBN dengan Blogger Plus Community.
Nara sumber acara, adalah Ibu Eka Sulistya Adiningsih, ibu Roslina Verauli M/Psi, dan kakak Resi.
Dijelaskan banwa merah biru keluarga akan memberi kontribusi bagi negaranya, jadi kebahagiaan keluarga juga akan memberikan energi positif bagi negara.
Siapa sih yang tak ingin membangun keluarga bahagia? tak ada, pasti semua orang pengin membangun keluarga bahagia. Lalu mikir lagi nih, membangun keluarga bahagia, bisa disebut mudah, bisa juga tak mudah.
Membangun rumah tangga yang berkualitas adalah membangun keluarga yang harmonis, bahagia, mandiri secara mental material agar tidak menyusahkan lingkungannya.
Kalau kita ambil contoh sebuah keluarga yang melakukan bom bunuh diri di awal tulisan ini, tentu bisa kita katakan jika keluarga itu tidak memberikan kontribusi positif bagi masyarakat di lingkungannya.
Nara sumber bersama MC
Semua asyik dengan handphonenya.
Pernah jatuh cinta?
Pernah jatuh cinta? jatuh cinta yang akhirnya bersatu dalam sebuah biduk rumah tangga?. Indahnya cinta ya, dan akan lebih indah lagi jika cinta itu adalah cinta yang terencana, sebagai fondasi yang kokoh bagi rumah tangga.
Cinta bisa membawa bahagia, bisa membawa bencana, ah yang bener? memang kan. Contoh cinta yang membawa bencana ketika menikah dalam usia yang masih dini.
Bagaimana nggak bawa bencana? nikah terlalu dini, belum pada saatnya hanya akan membawa bencana baik material, fisik, mental, psikologis. Coba kita lihat beberapa ekses pada pernikahan yang terlalu dini.
- Hilangnya kesempatan berkembang
Karena menikah dini, ada kemungkinan bagi si pasanagn itu tidak mungkin melanjutkan pendidikan lagi, meskipun mungkin ada perkecualian. Maka individu dalam keluarga tersebut tidak berkembang, kurang pengetahuan yang akan bermanfaat untuk peningkatan kualitas keluarga
- Kesehatan
Jelas sekali, pernikahan dini akan berpengaruh pada kesehatan pasangan, terutama perempuan. Organ reproduksi perempuan dibawah usia 17 tahun masih belum kuat untuk mengalami kehamilan dan melahirkan, Kemungkinan meninggal saat melahirkan menjadi lebih besar dibanding dengan mereka yang menikah pada usia ideal.
- Kemandirian finansial
Pernikahan dini lebih banyak menggantungkan hidup pada keluarga masing-masing, tidak memiliki kemandirian finansial. Hal ini menyebabkan banyak masalah, seperti problem sosial.
- Rentan KDRT
Banyak kasus KDRT yang bermuara pada masalah ekonomi yang belum mencukupi, dan ini banyak dialami oleh mereka yang menikah dini.
Ditengarai, masih banyak terjadinya kasus pernikahan belum waktunya, atau pernikahan dini di sebagian wilayah di Indonesia, disebabkan oleh berbagai hal, baik masalah sosial maupun ekonomi.
Pernikahan dini, melahirkan sebuah rumah tangga atau keluarga yang tidak berkualitas. Seperi apakah keluarga yang berkualitas itu? seperti yang tercantum dalam UU nomor 52 Tahun2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Perkawinan, menjelaskan bahwa keluarga yang berkualitas adalah : Keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Cinta yang direncanakan
Merencanakan cinta, atau cinta yang direncanakan, itulah tema kampanye yang dilakukan oleh BKKBN , mengajak semua pihak, bahwa untuk membangun keluarga yang berkualitas, dibutuhkan cinta yang terencana.
Kenapa? aku sepakat dengan paparan ibu Eka Sulistya Ediningsih, Direktur Bina Ketahanan Remaja BKKBN RI, yang menyampaikan bahwa "Berkeluarga adalah fase terbesar dalam hidup setiap orang, sebab berkeluarga adalah menyatukan individu yang berbeda"
Kampanye tentang cinta yang direncanakan, bermaksud mengajak seluruh masyarakat untuk meneguhkan kembali pemahaman, betapa pentingnya peran keluarga bagi negara. Betapa sebuah keluarga yang berkualitas akan menjadi fondasi yang kokoh bagi negaranya.
Dari keluargalah akan lahir dan tumbuh manusia yang berwawasan positif, memiliki cinta pada diri sendiri dan sesama, memikirkan masa depannya dan mempunyai sikap yang produktif.
Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang mandiri, produktif, saling berkomitmen untuk melakukan yang terbaik bagi diri dan lingkungan. Maka, dari keluarga-keluarga yang berkualitas, negara akan menjadi kuat, karena nilai-nilai positif dari dalam rumah yang dikembangkan di masyarakat.
Mengarahkan cinta dan merencanakan cinta dengan tepat, menurut Psikolog Roslina Verauli, M. Psi. akan membuahkan keluarga yang berkualitas, baik fisik ataupun mental. Beberapa hal yang mendukung terciptanya keluarga yang berkualitas adalah
- Menikah dengan usia ideal, yaitu usia diatas 20 tahun, karena dalam usia ini fisik maupun mental individu sudah siap.
- Merencanakan jumlah anak, sekaligus masa depan anak, baik dari sisi finansial maupun mental
- Merencanakan ketahanan keluarga dengan benar, ketahanan fisik, material, mental spiritual.
- Memberdayakan keluarga dan interaksi sosial kemasyarakatan.
Ibu Roslina Verauli, M. Psi juga menyampaikan beberapa penjelasan tentang motif-motif menikah, meliputi motif positif dan motif negatif, hahaha, ternyata ada ya motif negatif orang nikah. termasuk motif positif adalah ingin memiliki teman hidup, keturunan, dan tentu saja karena cinta.
Nah, motif negatif ada motif mau numpang hidup, mau balas dendam, bahkan ada lho yang nikah cma biar bisa bayarin utang, wah keterlaluan kalau ini ya, hehe.
Jadi, yuk kampanyekan pada lingkunagn terdekat kita, jangan nikah terlalu dini, rencanakan keluarga dengan baik, karena keluarga yang berkualitas akan menjadi fondasi yang kokoh bagi negara.