Kamis, 28 Juli 2016

Ceria Lebaran dengan Hijab Sewarna dan Pesona Sunrise

Kalau ada yang selalu aku rindukan di setiap waktuku, salah satunya adalah mudik, halaalhg, sepele ya hihihi, ei, tunggu dulu, ini beneran, karena bagiku mudik sangat berharga.

Aku selalu merindukan mudik, karena momen itu hanya aku alami sekali dalam setahun, lama bukan, dan ini penantian yang bikin merana, hahaha.

Jadi, meskipun mudikku singkat, aku selalu merindukan dan berusaha selalu mudik, hehehe.


Bagaimana tidak singkat, karena aku mengalokasikan waktu sekitar satu pekan, termasuk perjalanan PP Bogor-Kendal. Tapi ya sudahlah, aku anggap sudah cukup, karena untuk meninggalkan mertua lebih lama lagi, juga tidak tega.

Hijab Sewarna

"Lho, bude sama ibuk hijabe kembar, ungu kabeeh", celetuk ponakanku, anak dari adikku, saat kami kumpul dan ngobrol asyik.

Spontan kami tertawa bersama, dan memandang hijab kami masing-masing. Benar juga,  tanpa janjian lebih dahulu, ternyata kami mengenakan hijab yang sewarna.

Seru, surprised dan campur aduk rasanya hati, karena kami benar-benar tidak janjian untuk kenakan hijab atau baju warna apa, hehehe.

Bagaimana mau janjian, kami tinggal berjauhan, aku di Bogor, sedangkan adikku, tinggal di kota Kudus Jawatengah  Mungkin feeling yang hampir sama saja, sehingga tak disengaja kami mengenakan hijab yang sewarna.

Aku dan adikku satu-satunya,  yang selisih usia hanya enambelas bulan, sejak muda sering dikira kembar, setelah masing-masing berumahtangga, kami berjumpa hanya sekali dalam setahun, kecuali ada keperluan yang insidentil.

Ketika aku buka album lebaran tahun lalu, ternyata aku maupun adikku juga mengenakan hijab warna ungu, hahaha. Cuma kali ini tidak dikenakan bersamaan. Benar-benar aneh tapi nyata, dua lebaran berturut-turut, warna hijab yang kami kenakan sama, hmm, amazing.

Ternyata upload foto berguna juga, jadi tahun depan ganti warna hijab yang mau digunakan mudik, hahaha. masih lama ya?.

Hijab sewarna, lebaran 2016

Lebaran tahun 2015 bersama keponakan.
Kok ternyata aku kenakan hijab ungu, jangan-jangan hijab yang sama, hahahha

Lebaran tahun 2015, ternyata adikku juga kenakan hijab ungu, hahaha

Wisata alam Posong Temanggung

Aku tidak tahu betul, sejak kapan wisata alam ini menjadi populer, karena seingatku, saat aku meninggalkan desa kelahiranku, tempat ini belum sempat aku dengar sebagai sebuah lokasi wisata.

Seperti biasa, acara silaturahmi ke kerabat dan tetangga, memakan waktu sekitar dua  sampai tiga hari, dan hari berikutnya istirahat sambil melepas rindu pada kedua saudaraku. Cieee, melepas rindu.

Ketika bertemu dengan seorang sahabat, iseng-iseng aku tanyakan tentang obyek wisata Posong, yang dikenal dengan pemandangan sunrisenya.

Entah bagaimana, secara spontan sahabat-sahabatku langsung menyambut dengan semangat, "ya oke, besok pagi-pagi kita berangkat", kata mereka.

Antara kaget dan senang sekali mendengarnya. kaget karena tak menyangka respon mereka begitu semangat, dan senang karena aku akan mengunjungi wisata alam yang belum pernah kukunjungi.


Serasa dekat

Jalan menuju pos dua

Berangkat sebelum subuh

Yups, karena kami harus pertimbangkan waktu perjalanan dari desaku sampai ke lokasi, yaitu desa Posong, kabupaten Temanggung memakan waktu sekitar satu setengah jam.

Kami mencari masjid terlebih dahulu untuk menunaikan ibadah shalat subuh, agar perjalanan selanjutnya sudah lebih tenang.

Dari kota Parakan, melanjutkan perjalanan ke arah Kledung  kabupaten Wonosobo, sekitar 6 km kami sampai di wilayah Posong yang berada di pinggir jalan antara kota Parakan dan Wonosobo, tepatnya di desa Tlahab.

Untuk menuju Posong, kita akan melalui jarak sepanjang sekitar 3.5 km, jalanan yang terjal , berkelok dan sempit hanya bisa dilalui satu mobil. Jika berpapasan dengan mobil lain, salah satu harus berhenti agak menepi.

Kabut dan sawah tembakau

Lucunya, para penjual tiket --yang melihat penampilannya tampaknya masyarakat setempat -- menjaga jalan dan meminta pembayaran tiket masuk sekaligus parkir masih berselimut sarung, jaket, kaos tangan, hehehe.
Tiket yang dikenakan kepada kami adalah Rp. 5.000,00 per orang, ditambah parkir Rp. 5.000,00

Sepanjang jalan menuju puncak, sejauh mata memandang yang tampak hanyalah hamparan kebun tembakau yang sudah berbunga, sebentar lagi siap dipetik.

Ketika kami sampai di pos atau gardu pandang paling bawah, ternyata sudah ramai wisatawan, beberapa mobil dan sepeda motor terparkir rapi

Pemandangan  dari atas, memang mempesona, hamparan awan seperti rangkaian bunga raksasa, gunung Sumbing di depan, gunung Sindoro tepat di belakang kami, dan di kejauhan samar-samar tampak puncak gunung Merapi dan Merbabu, elok sekali.

 Tempe tepungnya bentuknya unik

Sunrise ditengah kabut

Sambil menunggu detik-detik munculnya sang surya, kami pesan minuman hangat dan gorengan yang dijual di warung-warung kecil di pos paling bawah. Sebenarnya aku tidak pernah mengkonsumsi gorengan di pagi hari, namun kali itu aku makan juga, karena lapar di pagi hari, hehehe

Sekitar pukul 05.10 menit, mulailah warna jingga keemasan menyemburat di ufuk timur, maka hampir semua yang berada di lokasi itu langsung mengarahkan kamera mereka ke arah matahari terbit.

Tentu saja selain mengarahkan kamera, juga mengambil pose yang pas, untuk berfoto dengan latar belakang sunrise,  termasuk rombonganku dan tentu saja aku, tak ketinggalan dong, hehehe.

Sekitar pukul 07.00, sang surya sudah tampak penuh. Hawa bukannya menghangat, justru semakin dingin karena kabut di puncak Sindoro mulai berarak ke bawah.

Para wisatawan bergegas turun, termasuk aku dan rombongan, karena jika tidak bergegas, maka tempat itu akan berselimut  kabut yang pekat, dan menunggu kabut pergi bisa makan waktu sampai siang.

 Warna jingga selimuti angkasa

Pesona semesta

Seru dan surprised

Pengalaman melihat sunrise di Posong ini membuat lebaran kali ini terasa seru. Kenapa? karena sebenarnya kondisi suami sedang tidak fit karena pinggangnya baru saja cidera, namun bela-belain libur lebaran, ya naik juga ke kaki gunung, hehehe.

Amazing, seru dan surprised, karena sebelumnya nggak kepikiran kalau akan sampai ke Posong, mengingat cidera yang dialami suamiku. 
Bayangkan saja, mudik sekitar delapan hari dalam kondisi suami cidera, kami tidak bisa banyak bepergian, karena tentu tak akan nyaman.

Bahkan hari itu, kami sudah mulai melakukan persiapan pulang ke Bogor, seperti packing, beli oleh-oleh khas desa, dan sebagainya. kok tiba-tiba ada kawan ngajak jalan, ke lokasi wisata alam sunrise.
Eeh, ternyata takdir berkata lain, tepat sehari sebelum kami kembali ke Bogor, kami bisa juga wisata ke Posong, 

6 komentar:

  1. waah... pemandangannya indah banget... :)

    BalasHapus
  2. Kayaknya memang sehati dengan adiknya, Mbak :) Bisa pake hijab sewarna he he he
    Itu pemandangannya bagus sekali ya...subhanallah

    BalasHapus
  3. Wah pemandangannya indah banget mbaak.

    BalasHapus
  4. Seru sekali lebaran sambil jalan-jalan, indahnya.

    BalasHapus
  5. Seru sekali lebaran sambil jalan-jalan, indahnya.

    BalasHapus
  6. duuhh cakep bgd pemandangannya mbk,

    BalasHapus