Jumat, 30 Maret 2018

Jadikanlah Zakat Sebagai Lifestyle


Beberapa waktu yang lalu, nonton di layar kaca, sebuah peristiwa memilukan terjadi di rumah seorang haji, di jawa Timur, ribuan orang berdesakan, berjejal saling sikut, saling menginjak. 

Apa yang mereka lakukan, sampai bela-bela menyikut yang lain, yang bisa saja itu tetangga mereka, kerabat mereka?. Ternyata,mereka berada di sana untuk mengantre zakat fitrah,  sejumlah Rp. 40.000. 

Kebayang kan akibatnya? antrean itu membawa korban yang banyak, sebagian korbannya adalah para perempuan, untuk mengantre lembaran-lembaran rupiah yang bagi mereka berarti untuk menyambung hidup.

Ada beberapa kali peristiwa sejenis itu terjadi di tempat yang berbeda, dan selalu mengakibatkan kepedihan, kepiluan yang tak terkira. 

Terbayang keluarga yang ditinggalkan tentu merasakan kesedihan yang mendalam, mungkin tidak imbang dengan apa yang di dapat.

Aku yang nonton TV, tentunya merasakan sedih, pilum, gregeten juga, kenapa membagi zakat atau sedekah dengan cara semacam itu. Tidak adakah cara lain yang lebih manusiawi?

Pelajaran berharga


Berbagai peristiwa sejenis menunjukan ada pelajaran berharga yang bisa dipetik, utamanya adalah, betapa sebagian masyarakat masih belum mau mempercayakan distribusi zakat pada lembaga amil zakat, melainkan mau menyalurkannya sendiri.

Pertanyaanya, kenapa begitu? kenapa tidak mau menyalurkan dana melalui lembaga amil zakat? tentu ada sebabnya. Salah satu kemungkinan yang bisa disebutkan adalah bahwa para muzzaki belum memiliki rasa percaya penuh, jika dana disalurkan melalui lembaga amil zakat, akan sampai kepada yang berhak.

Kejadian tragis yang terjadi saat pembagian zakat itu mengusik perasanku, sehingga ada keinginan untuk tahu lebih banyak lagi tentang zakat.

Makanya senang sekali ketika bisa ikut acara Lokalatih Tunas Muda Agent of Change Ekonomi Syariah, bertempat di Bogor, tanggal 27 - 29 Maret 2018.

Nara sumber yang hadir pada acara selama 3 hari tersebut adalah:

  1. Drs H. Tarmizi Tohor MA
  2. Prof. DR Muhamamdiyah Amin M, Ag, Dirjend Bimas Islam
  3. DR. Ascarya MBA, MSc
  4. Tuhu Nugraha
  5. Bahrul Hayat Phd
  6. Ananto Pratikno
Aku termasuk orang yang menganggap bahwa alam semesta ini saling kait mengkait satu sama lain, termasuk manusianya. Manusia yang satu tak bisa lepas dari manusia lain.
Ketidakseimbangan sosial, berpotensi menyebabkan masalah sosial, gejolak sosial yang bisa mengakibatkan retaknya harmoni sosial. Kalau sudah muncul masalah sosial, eksesnya akan mengenai siapapun, tanpa pandang bulu.

Sehingga wajar sekali jika hidup ini satu sama lain harus saling menjaga, saling menopang, sesuai ajaran Islam, bahwa pada harta kita, ada sebagian yang menjadi hak orang lain.

Mereka yang berlebih sudah semestinya berbagi dan peduli pada mereka yang kondisinya kekurangan, termasuk dalam hal ekonomi khususnya wacana ekonomi ummat.

Faktanya bahwa potensi zakat nasional sejumlah 217 Trilyun per tahun adalah sebuah angka yang besar yang sangat bisa menjadi basis pemberdayaan ummat.

Potensi ummat yang besar di satu sisi, dan peneglolaan zakat yang masih membutuhkan peningkatan di sisi lain, itu sebagian paparan  yang disampaikan oleh bapak Muhammad Fuad Nasar saat pembukaan  Lokalatih Tunas Muda Agent of Change Ekonomi Syariah, bertempat di Bogor, tanggal 27 - 29 Maret 2018.

Realitas itulah yang memperkuat komitmen Kementerian Agama dalam hal ini Ditjen Bimas Islam akan optimalisasi potensi ekonomi ummat melalui pemberdayaan zakat dan wakaf.

Suasana lokalatih


Sebagian peserta dan nara sumber

Keuangan Inklusif


Keuangan inklusif berawal dari bagaimana mengentaskan kemiskinan melalui zakat, yang diberikan kepada para mustahiq.

Biasanya mereka yang strata ekonominya kurang, secara sosial biasanya juga berada di posisi margin, yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.

Pada ranah inilah zakat ditunaikan, sehingga para mustahiq ini tidak mengalami kesulitan dasar dalam hidup. Karena sesungguhnya inklusi keuangan itu berawal dari inklusi sosial.

Ketika secara bertahap sudah berhasil, bisa juga dicarikan dana infaq atau dana non uang. Zakat, wakaf dan infaq masing-masing memiliki spesifikasi yang tujuannya sama yaitu mengentaskan kemiskinan.

Jika para mustahiq sudah berhasil maka mereka sudah mampu memenuhi kebutuhan sendiri, usahanya makin lancar, ada dana lebih, barulah sebaiknya menyimpan dana ke lembaga keuangan syariah.

Dalam konteks ini, keadilan dalam transaksi harus ada, dengan merujuk pada 3 pilar keuangan yaitu tidak adanya riba' maisir, dan ghoror.

Kajian dari bapak Dr. Ascarya MBA, M.Sc, banyak mengangkat bagaimana pengelolaan zakat yang produktif, sehingga para penerima zakat mengalami peningkatan taraf hidup.



Zakat sebagai life style


Kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya berzakat dengan benar seperti menyalurkan melalui lembaga-lembaga keuangan syariah, akan menjadi landasan yang kuat bagi pemberdayaan ekonomi umat.

Edukasi dan sosialisasi secara digital perlu dilakukan secara masif, karena kecepatan informasi yang sekarang makin meningkat. Beberapa stakeholder mesti dilibatkan, baik negara maupun unsur swasta, unsur masyarakat dari berbagai kalangan, utamanya para insan muda.

Sinergi itulah yang akan membangun persepsi di kalangan ummat bahwa zakat perlu dilakukan dengan tepat, disalurkan ke lembaga yang semestinya, agar distribusinya juga tepat sasaran.

Pada saatnya akan terbangun kesadaran, jika zakat itu bukan hanya zakat fitrah saat menjelang Iedul Fitri saja, melainkan ada zakat harta, mas, zakat profesi. 

Ketika para muzakki sudah menyadari pentingnya harmoni sosial bagi keberlangsungan ummat/ masyarakat yang harmonis, maka menyalurkan zakat dengan benar akan menyatu sebagai karakter ummat Islam.

Mengikuti perkembangan teknologi, sudah selayaknya pengelolaan zakat juga bisa memanfaatkan era digital saat ini, utamanya untuk melakukan branding.

Sebenarnya, proses branding zakat sudah ada sejak tahun 1980 an, bisa dilihat dengan adanya beberapa lembaga keuangan seperti DD Republika, Rumah Zakat, PKPU, dan lainnya. 

Lalu apa tugas kaum mudanya? tentunya beban yang lebih besar memang berada di pundak mereka
  1. Berperan aktif melakukan perubahan pada personal, organisasi, komunitas atau masyarakat, menuju pengelolaan zakat yang makin profesional.
  2. Perubahan terkait aspek kebaruan teknis atau aspek gagasan atau nilai
  3. Mengarahkan dan membantu secara aktif,membantu orang lain atau organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan, atau menciptakan perubahan yang berkaitan dengan profesionalisme zakat dan pemberdayaan masyarakat.
  4. Menyebarluaskan informasi melalui medsos yang ada tentang pemberdayaan ummat melalui zakat

Kenapa generasi muda? karena merekalah para pemilik masa depan negeri ini, merekalah yang akan memegang tongkat estafet kepemimpinan negeri ini.  Pada merekalah tanggung jawab memberdayakan ummat bisa diberikan, semoga pengelolaan zakat makin membaik.

22 komentar:

  1. Materi berjudul bagaimana zakat mengentaskan kemiskinan tampaknya harus serng dilakukan ya mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bener mba, semoga bis abikin ulisan tentang zakat lagi ya. Makasih mba

      Hapus
    2. Aamin aku tunggu ya. Masih banyak yang menganggap zakat bukan sesuatu yang wajib dikeluarkan mba

      Hapus
  2. Zakat menjadi penolong kita suatu saat kelak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bener banget,zakat akan menjadi penolong

      Hapus
  3. Ikutan ke sana ya,,,, senang bngt dpt ilmu, zakat itu bersihin harta kita sebenarnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iay, dengan zakat, harta kita insya Allah bersih

      Hapus
  4. Sama seperti pajak, zakat itu wajib di keluarga, memang butuh edukasi yg terus menerus sehingga kewajiban zakat terpenuhi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, edukasi ke masyarakat harus terus dilakukan

      Hapus
  5. Wah ada mas Tuhu Nugraha sebagai narasumbernya, pembicara keren saat BloggerDaya kemarin. Zakat membersihkan harta kita, sebagain rezeki kita ada hak mereka yang membutuhkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ada mas Tuhu, mas Ananto, para praktisi muda yang ilmunya warbiyasah

      Hapus
  6. Wah keren ini udah kayak bu ibu pejabat ikutan pelatihan dan nginep. Zakat harus dibayar tiap bulan utk yg punya gaji lebih.

    BalasHapus
  7. Zakat itu wajib sebagai sesuatu yg memang harus dikeluarkan sebagai salah satu mensyukuri segala rezeki dari Allah. Wah... mb Tite seru ya di acaranya... pelatihan tentang zakat makin tau dan paham lebih banyak ya. Mantap ��

    BalasHapus
  8. Zakat mah kalau bisa kewajiban buka lifestyle. Karena kalau lifestyle ada masanya akan hilang, tapi kalau kewajiban sampai kapan pun tetap dan harus dilaksanakan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Life style justru sudah menyatu, bukan karena wajib mba. kalau karena wajib, mind setnya maasih keharusan

      Hapus
  9. Aku tertarik bgt itu dengan kalimat zakat sebagai lifestyle. Masih banyak org yg mampu finansial dan muslim beranggapan bhw zakat hanya pd saat mau lebaran saja. Pdhal pemahaman zakat lebih dari itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups, bener, karena menganggap wajib, jadi dipahami hanya sesuai perintah saja

      Hapus
  10. aku paling bete lho liat ada pembagian zakat di rumah siapa gitu yg orang sampe antri panjang, apalagi sampe ada yg pingsan, rasanya gemeees ... idealnya si pemberi zakat keliling langsung ke rumah yg nerima zakat, karena memberi sesuatu jangan sampe tangan kirimu tau

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itu, sebaiknya menimbang manfaat madharatnya, jika dibagikan dengan berdesakan begitu

      Hapus
  11. Andai semua orang memiliki pengetahuan yang sama ttg zakat ya mbak. Tentu keadaan ummat Islam akan semakin sejahtera.

    BalasHapus