Assalamu'alaikum, sehat selalu ya, tak terasa sudah masuk bulan Desember, bulan penutup tahun, bulan dimana hujan biasanya sedang menderas, ngelantur ya? hehe.
Bagi teman-teman pasti beraneka hal yang berkaitan dengan Desember ya, dan setiap orang pastinya berbeda.
Eh tapi ada satu hal lho yang sama bagi kita semua, bangsa Indonesia, terutama perempuan Indonesia yang berkaitan dengan bulan Desember, apa itu? ada yang ingat kan?
Ada momen nasional di bulan Desember yaitu peringatan Hari Ibu, iya Hari Ibu di Indonesia diperingati buan Desember tepatnya tangga 22 Desember.
Background historisnya sudah banyak dibahas berkali-kali ya, tentang Konggres Perempuan yang pertamalah yang dijadikan landasaan peringatan Hari Ibu.
Perempuan
Sejak dulu aku selalu tertarik ketika ngobrol tentang perempuan, kan itu ngomongin diri sendiri, ya kan? banyak tulisanku di media cetak membahas perempuan, beberapa tahun lalu.
Makanya seneng ketika diajakin Mba Astri untuk hadir di acara yang membincang soal perempuan. Iya, aku dan teman-teman blogger diundang di sebuah even yang bertajuk " Perempuan Berdaya Indonesia Maju, Perempuan di Era Digital".
Memang sih perempuan selalu menjadi baian dari isu sosial, terlebih di era digital ini, perempuan dituntut pandai membaca celah.
Bagaimana menciptakan kondisi yang memperhatikan kesetaraan gender
menjadi tanggungjawab berbagai pihak untuk mewujudkannya.
Memang sih perempuan selalu menjadi baian dari isu sosial, terlebih di era digital ini, perempuan dituntut pandai membaca celah.
Tidak sedikit pepatah yang mengatakan
bahwa perempuan adalah sebuah tiang atau tonggak, seperti perempuan tiang
keluarga, perempuan tiang negara, dan lainnya.
Perempuan sebagaai tonggak, itulah yang
disampaikan oleh bapak Henky Hendranantha selaku Chief Operating Offcer ( COO )
VIVA Networks. Tonggak apa? tonggak kemajuan bangsa.
Aku termasuk yang beruntung diahirkan di
keluarga yang moderat memandang gender, bahkan pada jamannya, ibu aku
menolak konsep jika perempuan hanya sarana reproduksi fisik saja.
Menurut almarhum ibuku ( semoga berada
dalam surga NYA, amin ) selain reproduksi dalam arti fisik, perempuan itu
sumber perubahan, pastinya perubahan yang positif.
Kenapa sumber perubahan? karena dari
perempuanlah manusia mengenal nilai-nilai kehidupan. Bener kan? ketika pertama
kali membuka mata di dunia ini, bukankah sosok seorang ibu yang nampak pertama
di mata bayi?.
Konskuensinya apa? konsekuensinya ya kaum
perempuan memang tak boleh lelah belajar, agar bisa jadi guru yang handal bagi
anaknya, dalam mengenalkan nilai hidup pada anak-anaknya.
Bapak Henky Hendranantha juga
memaparan bahwa pada tahun 2030 bangsa Indonesia akan mengalami apa yang disebut
dengan bonus demografi, bonus kependudukan.
Nah bonus demografi itulah yang semestinya
bisa dimanfaatkan perempuan Indonesia untuk mengambil peran yang makin
meningkat.
Di era digital ini perempuan dituntut
untuk terus menambah kecakapan dan ketramilan yang sesuai dengan era saat ini.
Kecakapan itu aan bermanfaat bagi dirinya keluarga dn masyarakat.
Era digital semakin membuka peluang bagi
perempuan untuk menghadapi tantangan karena sudah semestinya tidak ada
kesenjangan digital antara laki-laki dan perempuan.
Pernah kan dengar kalimat "ah
peremuan kan tempatnya di kasur, dapur dan sumur"?, hehe, pasti pernah.
Sebuah pemeo lama namun sampai saat ini
masih ada sebagian masyarakat yang menggangkaan, yaitu bahwa perempuan
itu perannya hanya sebatas ruang domestik di dalam rumah.
Sebagian masyarakat masih memiliki
perspektif yang minir seperti itu, masih menganggap aneh perempuan yang
berperan di ruang publik.
Ketika seorang laki-laki bekerja maka akan
dianggap wajar oleh masyarakat, sebaliknya ketika perempuan bekerja di luar
rumah maka memunculkan pertanyaan "anakmu sama siapa?", "yang
masak di rumah siapa?" dan pertanyaan sejenis lannya.
Menurut bapak Indra Gunawan
selaku Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, memang masih ada sebagian kalangan di
masyarakat yang terus mempertanyakan peran perempuan di ruang publik.
Cinderamata dari VIVA Netwok pada Menteri KPPPA
Subyek atau obyek di era digital
Lalu sebaiknya apa sih yang harus
dilakukan perempuan dalam menghadapi tantangan di era digital ini? masalah apa
sih yang sebenarnya dihadapi? salah satunya adalah masalah kesenjangan dalam
skill digital.
Banyak penelitian yang menunjukkan
bagaimana di berbagai negara perempuan mampu menghadapi krisis yang tengah
terjadi. Perempuan memiliki rasa yang kuat, sering memiih kompromi dibanding
persaingan, dan kompromi inilah yang tak jarang membuat bertahan.
Di era digital ini, ketika perempuan yang
hanya menjadi obyek perubahan, maka kesempatan dan kemampuan mengakses internet
lebih kepada perempuan sebagai konsumen.
Banyak kan di sekitar kita, atau bahkan
kita sendiri, yaitu mengakses internet untuk menjadi kosumen, baik konsumsi
produk maupun jasa. Siapa sih yang nggak suka belanja online? hehehe, nah saat itu sebenarnya perempuan sedang mengambil peran obyek dalam pasar digital.
Di sisi lain, sebenarnya perempuan bisa
menjadi subyek kan, yaitu aktif berkreasi menciptakan karya-karya
pengetahuan maupun ekonomi, menghasilkan nilai tambah melalui kemampuan
mengakses internet.
Nilai tambah itu akan berdampak positif
pada diri sendiri dan pada orang-orang yang ada di sekitarnya, seperti keluarga
dan masyarakat. Jika mau bicara profesi di bidang digital yang ditekuni
perempuan, saat ini sudah cukup banyak.
Ada SocialMedia Officer, Content Writer,
Blogger, Vlogger, Copywriter, Web Developer, Digital Marketing, Video Maker dan
banyak lagi.
Memilih menjadi obyek saja atau menjadi
subyek di era percepatan digital ini, menjadi penting jika perempuan
ingin berperan di era digital ini.
Era digital itu berbasis modernitas, meninggalkan cara-cara konvensional yang cenderung melanggengkan pemaknaan perempuan sebagai manusia nomor dua.
Bapak Henky Hendranantha
Bapak Indra Gunawan
Maka di era digital ini, semestinya perempuan mulai meninggalkan ara-cara pengembangan diri yan berbasis jaringan kekerabatan. Sudah saatnya memulai usaha dengan menjalin kerjasama secara mandiri dengan lembaga pembiayaan, dengan perencanaan yang rapi.
Atau mengambil inspirasi dari Grameen Bank, sebuah lembaga keuangan yang memberdayakan perempuan lalu diterapkan di era digital, merupakan tantangan tersendiri.
Menjadi pelaku aktif, mengambil peran-peran di ruang publik, menjadi pelaku usaha berbasis digital yang cepat berubah dan berkembang, akan mengatasi kesenjangan kecakapan dengan laki-laki.
Selain itu, perempuan juga perlu engasah kecakapan dengan terus mecari info ilmu pengetahuan dan wawasan.
Hadir dalam acara diskusi kali ini
diantaranya adalah Koodinator Aliansi Laki-laki Baru Eko Bambang Subiantoro,
pakar gender Dianti Anwar dan founder HiJup Diajeng Lestari.
Setuju Mbak, dari perempuan lah nilai2 kehidupan diajarkan.
BalasHapusSemoga Almh ibu mendapat tempat mulia. Amiin ya Rabb.
Seru banget ya kak acaranya, next time kalau ada event ini sepertinya sayang untuk dilewatkan
BalasHapus