Jumat, 14 April 2017

Belajar Empati Dari Peristiwa Bunuh Diri


Aku merasa ngilu sekali setiap membaca ada peristiwa bunuh diri. Ngilu, pedih dan sedih rasanya. Rasa pedih dan ngilu juga aku rasakan beberapa hari lalu, saat peristiwa bunuh diri live di facebook ramai dibicarakan di sosmed.

Setiap kematian pasti mendatangkan kesedihan, dan kematian dengan bunuh diri menghadirkan lebih banyak lagi rasa tak enak. Bukan hanya sedih saja, tetapi ngilu membayangkan bagaimana rasanya hingga harus memutuskan untuk mengakhiri hidup.

Siapa yang kepengin bunuh diri?

Siapa sih yang pengin hidupnya berakhir? kebanyakan manusia jika boleh, pasti akan meminta untuk hidup selamanya, muda terus, tidak bertambah tua, bahagia terus, tak pernah susah. Itulah manusia, dan keinginan itu wajar.

Tapi tak mungkin kan kita akan hidup selamanya? kehidupan memang menggariskan manusia hidup itu akan bertambah tua, makin menua, uzur dan pada saatnya kehidupan selesai baginya dengan terpisahnya ruh dengan jasadnya, atau saatnya dia wafat.

Lalu, kenapa manusia ada yang memilih kematian dengan sengaja, bahkan terkadang dengan cara yang menyakitkan? pasti ada yang salah kan di sana. Lalu apa itu? 

Tulisan ini bukan untuk membahas penyebab bunuh diri, karena itu kasuistis, penyebabnya  tidak sama pada setiap orang. Aku hanya ingin mengajak kita semua untuk tidak mudah melakukan penghakiman buruk terhadap tindakan bunuh diri. 







Tak perlu menghakimi

Reaksi yang muncul terhadap tindak bunuh diri memang beragam, dari yang kasihan, sedih, prihatin, tak sedikit pula yang marah, mengatai bodoh, pendek akal, menghakimi dan reaksi negatif lain.

Aku secara pribadi juga sangat tak setuju dengan tindakan bunuh diri, namun bukan berarti aku bisa dengan begitu saja menghakimi mereka yang bunuh diri dengan statemen negatif.

Kenapa? yuk coba sejenak saja mencoba untuk belajar empati terhadap siapapun dia yang berada di sekeliling kita. Apa sih empati itu? mencoba melihat orang lain dari sudut pandang orang tersebut. Orang lain  yang bukan hanya berbeda tapi mereka memang 'lain' dengan kita.

Kembali ke pelaku bunuh diri, pernahkah kamu berada pada posisi dimana berbagai masalah membelitmu, dimana kamu merasa sendirian, dan kamu rasakan semua pintu tertutup, tak ada lagi celah dimana bisa kamu temukan solusi.

Sampai pada titik itu, maka akan muncul pertanyaan apakah hidup ini pantas untuk diteruskan, apakah hidup ini layak untuk dijalani?, bagi pelaku bunuh diri, hidup ini sebuah lakon yang menyakitkan. Bahkan mungkin lebih menyakitkan dibanding kematian.

Bisa dibayangkan bagaimana perasaan gamang orang-orang yang akan melakukan bunuh diri. Bagaimana melepaskan diri dari rasa panik, takut, cemas, dan berbagai gejolak perasaan, itu bukan perkara mudah.

Dengan mencoba 'masuk' ke dalam pandangan pelaku bunuh diri, setidaknya kita tahu bahwa dunia yang ada di hadapan mereka, sangat berbeda dengan dunia yang ada di hadapan kita.

Jika bagi sebagian besar orang tindakan bunuh diri mungkin adalah tindakan yang tidak terpuji, bisa jadi bagi orang lain berbeda. Pada satu titik tertentu, bisa jadi tindakan bunuh diri adalah pintu untuk membebaskan diri dari badai kehidupan yang tak tertanggungkan.

Jika bagi kita tindakan bunuh diri itu merupakan tindakan pengingkaran terhadap penciptaan, bisa saja bagi si pelaku bunuh diri itu justru alam kebebasan.





Tak sependapat namun memahami


Kemampuan untuk merasakan penderitaan orang lain yang diikuti dengan kemampuan menggunakan cara pandang orang lain, dalam melihat persoalan orang lain, itulah empati.

Kemampuan? kenapa menggunakan kata kemampuan? karena tidak setiap kita mampu melihat persoalan dari sudut pandang orang lain. Kebanyakan kita hanya bisa melihat persoalan orang lain dengan cara pandang kita.

Tidak mudah memang untuk melihat orang lain bukan dari sisi pandang kita, karena sudah menjadi kebiasaan manusia, melihat apapun melihat siapapun ya hanya dari sudut pandang dirinya sendiri.

Melihat orang lain dengan sudut pandang orang lain tersebut memang tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Bisa kita lakukan kok, dan pengaruhnya juga akan kita rasakan, yaitu kita menjadi lebih mudah memahami orang lain.

Dengan berusaha memahami cara pandang orang lain terhadap masalah dan dunia mereka, maka akan muncul pemahaman baru pada diri kita, jika memang setiap kita punya dunia yang berbeda.

Tempatkan diri kita persisi pada poisisi orang yang sudah tidak menemukan lagi solusi dalam menghadapi persoalan hidup. Pandanglah dengan pengertian orang-orang yang hidupnya tak mudah. 

Dari sana akan ditarik pemahaman, kenapa seseorang melakukan bunuh diri. Dengan mencoba mengerti bahwa di sekitar kita banyak orang-orang yang hidupnya sangat susah, itu akan melahirkan pemahaman.

Bukan untuk menyetujui tindakan bunuh diri, akan tetapi dengan memahami cara pandang pelaku bunuh diri, kita memiliki ruang pandang yang lebih lapang dibanding sebelumnya.

Dengan memahami, setidaknya muncul rasa iba kita kepada pelaku bunuh diri, karena betapa dia melihat dunia yang sudah tertutup, merasa sepi, kesepian, sendirian.

Maka, bagaimanapun kita tetap tidak sepakat dengan orang yang melakukan tindakan bunuh diri. Namun kita mampu mengerti, kenapa seseorang melakukan bunuh diri, kenapa setiap orang berbeda dalam cara pandang melihat di dunia.

30 komentar:

  1. Bener, mba. Walaupun tindakan bunuh diri tak tepat kita tak harus menghakimi apa yang dia lakukan. Smoga tak ada lagi yang melakukan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, bayangin derita mereka menjelang bunuh diri aja udah enggak tega

      Hapus
  2. Ketika orang mengancam akan bunuh diri, harusnya kita dekati dan memberi support untuk hidupnya. Sayangnya, kebanyakan pembully malah memperkeruh suasana. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener, dituntut kepekaan lebih pada lingkungan sekitar

      Hapus
  3. Yang saya pernah baca mereka terbelit banyak masalah sehingga stress saat stress hormon kortisol akan keluar dan dapat membantu untuk bisa berfikir namun semakin stress hormon kortisol semakin bnyk dikeluarkan sehingga fikiran mereka pun jadi kusut karenanya mereka butuh orang lain untuk terus membantu mereka berfikir jernih minimal support.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ketiadaan tempat untuk sekedar berbagi, mungkin itu ya. Semoga kita termasuk bisa mendengar kawan kita

      Hapus
  4. Iya Mbak...kita kita tau apa yang mereka jalani dan rasakan. Semakin banyak membaca komentar2 jadi semakin membuat saya berpikir..jgn2 kita2 yg disekelilingnya malah ikut andil...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget, bisa saja sikap individualisitis jadi salah satu faktor penyebab

      Hapus
  5. setuju banget mbak kalau kita bisa melihat cara pandang orang lain mungkin kita akan tahu bagaimana perasaannya dan tidak malah membuat mereka semakin terbebani dengan apa yang kita bicarakan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, yuuk belajar terus untuk melatih kepekaan terhadap sekitar kita mba

      Hapus
  6. padahal hidup didunia hanya sekali dan tidak bisa diulangi, seiring berjalanya waktu, semakin bertambah pula ilmu dan pemahaman yang dipunya, ketika seorang hanya mengikuti berjalanya waktu, tanpa ada ilmu yang bertambah, hanya kebodohan yang dia punya....

    BalasHapus
  7. Saya sependapat dengan postinganmu mba, kita tidak bisa menjudge seseorang dari satu sisi saja. Faktor bunuh diri bisa jadi dipicu oleh lingkungan juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener, lingkungan yang makin individualistis juga pengaruhnya sama kejiwaan

      Hapus
  8. Dulu di perumahan sekitar kantorku ada bbrp kali kejadian bunuh diri, Mba... sampai dibilang bunuh diri itu menular Mba... serem yaa :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, kasihan aja sama mereka yang ambil jalan pintas

      Hapus
  9. Emang harus punya iman yg kuat ya, jadi serumit apapun masalah, ga mesti diakhiri dgn bunuh diri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mba, kita juga hidupkan kembali budaya saling peduli, kultur individualistis, menghidupkan depresi

      Hapus
  10. Saya sepakat mbak dengan tulisan ini, di masa sekarang kita sangat mudah jadi manusia yang judgemental padahal gak semudah itu melekatkan label pada kehidupan seseorang. Gak semua orang punya daya tahan yang sama dalam menghadapi masalah hidup..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes, bener mba Winda, daya tahan hadapi hidup, ini banyak aspek di dalamnya.
      Kita berharap, bisa hidupkan lagi sikap komunal ya, hindari sikap individualistis.

      Hapus
  11. Bener mbanget mbak. Emang tak patut menurut saya menyudutkan atau menganggap buruk orang melakukan tindak bunuh diri. Karena kita tidak tahu seberapa berat masalahnya dan seberapa tahan seseorang menghadapi masalah di hidupnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, menurutku bunuh diri itu ending pahit dari sebuah perjalanan yang pahit, setidaknya kita bisa menaruh simpati, kalau belum mampu empati

      Hapus
  12. Buat yang belum pernah merasa di posisi org yg depresi. Mudah bagi mreka untuk menghakimi pelaku bunuh diri. Lingkungan pelaku punya andil. Merekalah yang sebenarnya bisa di judge. Yang waras harusnya lebih aware. Yang dibutuhkan pelaku itu rangkulan, dukungan, kepercayaan & solusi. Karena dia tidak dapat. Dia merasa sendiri, tidak kuat, disinilah iblis bekerja mencuri harapan, dia lupa bahwa Allah itu ada & sanggup memberikan jalan keluar. Semoga tidak ada lagi yang jadi korban dari kurangnya empati.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes mba, aku sepakat, manusia itu nggak bisa dipisahkan dengan manusia lain. Apa yang dilakukan satu orang akan berimbas pada yang lain. semoga kita termasuk yang peduli dan bisa empati

      Hapus
  13. Kalau aku kadang mikir... kalau ada orang sampai bunuh diri, aku berpikir ya Alloh mungkin yang dia rasakan begini begitu, dan aku mulai berpikir dulu mungkin aku pernah merasakan keputus asaan sakit hati dll seperti yg bunuh diri tapi aku tak pernah punya pikiran bunuh diri karena tau hukumnya tau akibatnya membayangkan yang lebih ngenes dibawah kita jadinya lebih bersyukur... maka pikiran bunuh diri tak pernah terlintas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups, kita selalu bersyukur, berusaha terus menyenangi takdir apapun. bener terpikirkan oleh kita, betapa perihnya penderitaan mereka yang ambil keputusan bunuh diri

      Hapus
  14. Secara pribadi aku juga tidak setuju dengan tindakan bunuh diri, ini jelas melanggar takdir. Tetapi benar kata mba min, kita harus melihat dari berbagai sisi. Kita juga harus melihat mengapa orang tersebut bunuh diri, banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kejadian bunuh diri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, kita tetap tak sepakat dengan tindakan bunuh diri, namun kehidupan tiap orang kan nggak sama, jadi kita belajar memehami saja

      Hapus
  15. Meskipun tidak bisa dibenarkan, tapi empati itu harus. Setuju. Karena kita tidak tahu apa masalah yang melatar belakangi tindakan bunuh diri tersebut. :)

    BalasHapus
  16. hai, aku menyapamu :D
    Aku pernah menjadi bagian dari orang yang melakukan bundir, tetapi Allah asih berkenan menyelamatkanku dan memberikanku kesempatan kedua. Intinya, orang yang mau bundir sebelumnya sudah menunjukkan tanda-tanda crying for help. Kita yang disekitarnya harus peka melihat situasi seperti itu. Tetapi di kekinian di mana orang sibuk dengan urusannya masing-masing, masih adakah yang mau peduli? Tulisan apik Mbak

    BalasHapus
  17. Bunuh diri memang tidak dibenarkan menurut agama saya
    Namun benar sekali kata Mbak ... kita sama sekali tidak dibenarkan untuk menghakimi yang bersangkutan atau keluarganya atau siapapun orang di sekitarnya

    Yang bisa kita lakukan adalah mencoba untuk mencegah hal ini agar tidak terjadi.
    Dan salah satu cara yang terbaik (menurut saya) adalah menjadi pendengar yang baik. (Kadang masalah bisa jauh lebih ringan jika ybs mendapatkan "telinga" untuk saluran mendengarkan keluh kesahnya)

    Salam saya

    BalasHapus