Selasa, 26 April 2016

Antara Ilmu dan Pengalaman

Sebenarnya, aku termasuk orang yang malas untuk periksa gigi, karena ribet, makan waktu, dan alasan lainnya. Bukan karena takut sakit, takut dicabut giginya, namun terkadang menganggap belum perlu memeriksakan gigi.

Hal itu salah bukan? karena peruiksa gigi seharusnye manjadui aktifitas kesehatan yang rutin dilakukan, setidaknya setahun dua kali ya.

Ketika mengalami gangguan pada gigi, memang timbul niat untuk memeriksakan gigi, nemun jika di hari berikutnya gigi dirasa sudah enak, tak mengganggu, biasanya akan langsung memutuskan untuk membatalkan periksa gigi, hehehe.

Minggu lalu, aku kembali merasakan sakitnya gusi, yang merambat hingga ke gigi, tulang kepala kanan, kiri, depan, belakang, tulang hidung, nyaris tidak ada bagian dari kepala yang dilewati rasa sakit.

Sakit, sangat sakit sekali, kepala rasanya seperti dipukul dengan palu dan telak mengena pada tempat yang pas. seumur hidupku, baru sekali ini gangguan sakit gigi yang sangat mengganggu kurasakan.

Sejak dahulu, ketika orang mengeluh sakit saat gigi tumbuh, saat gigi geraham tumbuh, saat gigi berlubang dan sebagainya, sama sekali tidak aku alami. Aku juga heran, belum pernah sekalipun mengalami sakit gigi yang teramat sangat, sekalipun mengalami gangguan gigi.

Maka, ketika sakit gigi yang amat sangat itu menggangguku, aku memutuskan untuk memeriksakan gigiku. 

Bukan sakit gigiku yang akan aku sampaikan, tetapi tempat praktek dimana aku memeriksakan gigiku. Tempat praktek ini aku anggap unik. Nah, unik? apa uniknya? penasaran kan?.

Antre Tengah Malam

Untuk antre nomor urut, aku harus tilpun dahulu sehari sebelumnya, atau harus menulis di kertas daftar antri yang sudah disediakan.

Praktek yang dibuka sore hari itu, antreannya dibuka sejak subuh, bahkan sejak tengah malam sebelumnya, jika kita tak mau mendapatkan nomor-nomor akhir, Jika kita mendapatkan nomor antre akhir, maka siap-siap saja kita akan masuk ruang praktek diatas pukul 22.00 wib.

Maka aku memutuskan untuk antre sehari sebelumnya, hehehe. Namun antre jauh sebelum waktunya itu belum bisa menjamin kita diperiksa di jam awal. 

Sesudah antre, aku masih harus registrasi atau daftar ulang beberapa jam sebelum waktu praktek. Kalau tidak daftar ulang, maka saat praktek tidak dipanggil.

Jika di tempat praktek lain, lazimnya  nomor akan dipanggil sesuai urutan, dan jika dipanggil beberapa kali tidak hadir, akan dilewati.

Di tempat ini tidak, nomor yang tidak daftar ulang akan secara otomatis dilewati saat pemanggilan. Aku juga baru tahu hal itu saat aku datang untuk daftar ulang di sore hari.

Untunglah ada yang memberitahuku untuk daftar ulang, jika tidak maka bisa saja aku menunggu lama tetapi tidak dipanggil.

Seatap dua ruang praktek

Memasuki sebuah ruang yang lumayan luas, aku edarkan pandangan sekeliling ruangan, lumayan banyak yang antre malam itu sekitar duapuluh lima orang, dan sebagian sedang berdebat, kenapa bendel daftar ulang sudah dari tadi dipasang, belum juga mulai dipanggil masuk.

Mereka menyimpulkan, berarti dokter belum datang. Ada lagi yang sedang menggerutu kesal, merasa sudah daftar ulang tapi namanya kok belum ada.

Dalam ruangan ada dua ruang yang lebih kecil berhadapan dan dipisahkan oleh ruang tunggu yang cukup lapang, dengan deretan kursi dan bangku sepanjang dinding ruangan. Tentu saja kursi dan bangku yang ada tak cukup untuk duduk sekian banyak pasien.

Sebagian besar malah banyak berada diluar ruangan, baik diteras yang sempit dan duduk diatas sepeda motor yang diparkir.

Setelah aku perhatikan, memang di ruang itu ada dua tempat praktek periksa gigi, yang berhadapan pintu. Jika dilihat sepintas, agak sulit membedakan, orang yang mana yang menjadi pasien masing-masing tenpat praktek itu.

Sebut saja, ruang praktek A dan ruang praktek B, hehehe. Secara sepintas, tidak bisa diketahui, orang yang mana yang akan menjadi pasien ruang praktek A, dan mana pasien ruang praktek B. Mereka duduk, dimana ada kursi kosong.

Lima versus satu

Cara memanggil pasien juga beda satu sama lain. Jika ruang A dipanggil sebagaimana umumnya tempat praktek kesehatan, yaitu satu demi satu, tidak demikian dengan ruang B. Untuk ruang B, sekali memanggil pasien, akan dipanggil lima sampai enam orang, nah, lho.

Aku yang memang periksa ke ruang praktek B, dipanggil pada kelopmpok pertama, padahal aku ada di nomor urut sepuluh, hehehe. Kemungkinan ada nomor sebelum aku yang belum atau tidak daftar ulang sampai saat praktek mulai.

Pintu ruang B terbuka, dan muncul seorang bapak yang langsung berkata"yang saya panggil nomor 1, 3, 5, 6, dan 10. Nah, 10? kaget juga aku. Karena aku masih santai, pikirku paling cepat aku akan masuk ruang bareng kelompok dua.

Kenapa aku memilih periksa di ruang praktek B? karena rekomendasi banyak orang, mulai dari keluarga, kawan, juga tetangga. Tentu rekomendasi ini menjadi jaminan bagiku.

Dalam ruang praktek, sama seperti lazimnya tempat periksa gigi, tidak ada yang berbeda. Bedanya, karena setiap pemanggilan pasien terdiri dari sekitar lima orang, maka pasien yang belum mendapat giliran diperiksa, akan mendapatkan 'suguhan' di ruang itu, hehehe.

Apa 'suguhannya"? tentu saja berbagai jenis penanganan sakit gigi. Mulai dibersihkan, ditambal, dibius gusi, dicabut gigi, dijahit  dan sebagainya. Bagi yang tidak berani menyaksikannya, tentu akan mengalihkan pandangan ke tempat lain, hehehe. 

Bagaikan menonton live show ya, hehehe,  dan sekian lama praktik dengan cara panggil massal semacam itu, belum pernah ada insiden yang tidak diinginkan.

Kontras

Kenapa di awal penulisan aku katakan kalau tempat praktek gigi yang kutemukan ini unik? karena nyaris semuanya serba kontras. Ruang A, pasiennya tidak banyak, sebaliknya dengan ruang B yang buka praktek sampai jauh malam.

Kalau ruang B harus mendaftar sehari sebelumnya atau subuh hari, maka ruang B bisa langsung diperiksa pada saat datang, karena jumlah pasien yang tidak banyak.

Pasien di ruang A, tidak sebanyak pasien yang berobat atau memriksakan giginya di ruang B.

Ayah dan anak

Belum selesai lho, bener. Faktor unik lain, ternyataaa, mereka adalah ayah dan anak. mereka siapa? ya itu mereka yang menjadi praktisi diruang dokter itu, hah? iyaa.  

Ayahnya praktek di ruang B, anaknya praktek di ruang A, seru bukan?, dan, ternyata lagi, anaknya adalah seorang sarjana kedokteran gigi, alias dokter gigi.

Ayahnya adalah praktisi gigi yang sudah berpraktek berpuluh-puluh tahun, hehehe. Pada awalnya, ayahnya adalah asisten seornag doketr gigi, lalu merintis menjadi praktisi pemeriksa gigi, dan oleh dokternya diijinkan.

Menarik dan unik bukan? jika ada hal yang bisa kita petik, maka itu adalah bahwa  ilmu dan pengalaman sama pentingnya. Ilmu tidak harus diserap dari bangku akademis, dari mana saja bisa, semuanya kembali kepada si penerima ilmu, apakah bisa menyerap dengan benar.

Pengalaman bersifat riil, bagi orang tertentu lebih mudah dilakukan kembali, terbukti dengan ketrampilan yang dimiliki praktisi yang berada di ruang B, menggunakan standard yang sama dengan dokter gigi.

Ilmu juga sangat penting, karena dengan ilmu, dasar dari sebuah ketrampilan, sebuah kepandaian menjadi bisa dipertanggungjawabkan. Tanpa ilmu, maka yang kita lakukan tidak berdasar, bisa merugikan diri sendiri dan orang lain

Pilih mana ilmu dan pengalaman? Tentu kita pilih keduanya ya, terus mencari ilmu dan juga pengalaman.

13 komentar:

  1. ilmu bisa didapat darimana saja dari siapa pun ya mbak. AKu banyak mneyerap ilmu dari mbak Tite juga

    BalasHapus
  2. kesadaran masyarakat terutama saya sangat kurang akan pentingnya memeriksakan kesehatan gigi setiap setahun 2 kali.. padahal dari mula sakit gigi bisa merambat ke segala bagian seperti yang dirasakan mba Tite,. Terima kasih pengalamannya

    BalasHapus
  3. ada ijin prakteknya nggak mak?

    BalasHapus
  4. Setuju banget nih, semakin sukses yah mbak

    BalasHapus
  5. dua-duanya emang sama2 penting sih, tapi sebelum berangkat harus siap ilmunya, dan seiring berjalannya waktu bisa juga kok

    BalasHapus
  6. wah mantep, ga heran sih sebenenrya, anak kan suka ngikutin jejak bapak

    BalasHapus
  7. Hahaha...Ribbet banget sih? Kalau saya sering ngantuk saat antri, bisa bisa harus daftar besok lagi, kali yaa ??...:)

    BalasHapus
  8. sama aku juga malas pdhal udah kotor banget nih gigi n sering sakit

    BalasHapus
  9. Keduanya perlu. Kalau hanya mengandalkam salah satunya aja artinya belum mumpuni. Alias masih diragukan hehehe

    BalasHapus
  10. haha kocak bgt tempat prakteknya ya mak,, hmm, bnyk jg ya yg sakit gigi , alhamdulillaahh

    BalasHapus
  11. bagiku keduanya perlu mbak, dan dijalani bersama dengan pengalaman, hehe

    BalasHapus
  12. Setuju mba..ilmu dan pengalaman itu keduanya saling melengkapi..

    BalasHapus