Rabu, 25 Mei 2016

Sendiri dan Sunyi Pada Usia Senja

Pernah nggak membayangkan, hari tua kita esok seperti apa? Kalau aku, kadang sesekali membayangkan dan memikirkan, akan seperti apa aku di hari tuaku. Eh, memang sekarang belum tua? hehehe. Aku terkadang memikirkan, apakah hari tuaku akan menyenangkan, atau sebaliknya menyedihkan?

Memang sih, kita nggak tahu, sampai kapan kita dikaruniai kesempatan menghirup hawa segar ini, dan belum tentu juga kita dikaruniai kesempatan hingga menua. karena banyak juga yang dipanggil oleh Tuhan sebelum tua.


Tak sedikit pula yang meninggal dunia saat masih sangat muda, usia anak-anak, bahkan masih bayi yang mungkin baru lahir.

Waktu pergi takziah ke keluarga di Jawa Tengah, aku memanfaatkan waktu untuk silaturahmi ke beberapa kerabat, terutama pada mereka yang sepuh-sepuh. Karena, kunjungan kepada mereka yang sepuh atau lansia membuat mereka senang hati.

Ada kerabat sudah sepuh, saya memanggilnya pakde dan bude yang selalu ingin saya kunjungi setiap kali mudik. Kalau kerabat lain biasanya tergantung ada tidaknya waktu, tapi kalau pakde dan bude, selalu aku prioritaskan.

Terasa sekali, betapa mereka sangat gembira ketika dikunjungi. Mereka, yang dengan adik-adiknya sudah lupa, tapi kalau ketemu aku masih ingat, padahal aku mengenal mereka belum lama, yaitu saat aku menikah dengan suamiku. Ya, mereka kerabat suami.

 Halaman rumah rapi

Kenapa aku prioritaskan? Karena kegembiraan mereka saat dikunjungi, begitu menyentuh hati, mengharukan. Kunjungan beberapa hari yang lalu, juga demikian. Begitu aku muncul, langsung dirangkul, kedua pipiku ditepuk-tepuk dengan terkekeh. "Iki bojone Happy, aku ora lali".

Rasa senang dan riang mereka, sungguh membahagiakan, padahal aku tidak membawa oleh-oleh apapun, kecuali sedikit buah-buahan  yang empuk dan bisa dinikmati mereka. Selain itu, meskipun mungkin tak berarti, aku merasa mereka sangat layak sering dikunjungi. Kenapa? karena mereka tak ada yang menemani.

Kebayang tidak, di usia yang sekitar 90 tahun, berjalan saja sudah sangat pelan, sudah pelupa, mereka hidup hanya berdua. Ada ART yang biasa datang, hanya setengah hari saja. Selebihnya, yaitu dari sore hari hingga menjelang pukul 8 pagi, mereka sendirian.

Pakde, untuk berdiri dari duduk saja sudah harus bertumpu pada benda di sekelilingnya, bisa tangan kursi, bisa meja karena kakinya lemas. Kondisi bude kurang lebih sama, berjalan dan melakukan aktifitas sudah sangat pelan.

Kunjungan beberapa hari lalu, juga menyisakan galau di hatiku. Bagaimana tidak? sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Sebagaimana lazimnya umat Islam, tentu merekapun akan menjalani puasa.

 Jalan samping rumah

Pintu samping rumah

Sunyi di usia senja

Rasanya sedih dan galau membayangkan mereka nanti harus bangun di tengah malam, menyiapkan segala sesuatunya sendirian. Bangun tengah malam, mungkin bagi mereka mudah, namun mempersiapkan segala sesuatu kebutuhan makan sahur sampai terhidang di meja makan, bagi orang yang sudah sepuh tentu tidak mudah.

Rumah mereka sangat terawat bersih, karena sejak mudapun, pakde bude dikenal dengan hobi mereka bersih-bersih, meskipun tentu saja untuk saat  sekarang, perawatan rumah  dibantu ART.

Ada rasa sepi saat aku berkeliling rumah. Halaman yang rapi dan bersih, begitu juga dengan pemandangan dalam rumah, ruang tengah, ruang makan, kamar, juga bersih dan rapi. Ruang sebelah dapur, tungku selalu menyala, mungkin sejak anak-anak mereka masih kecil hingga sekarang.

Kamar mandi dan WC yang berada di luar rumah, berdekatan dengan sumur tua yang masih dipertahankan, sekalipun mereka juga berlangganan air PDAM. Bedanya, kamar mandi dan sumur diberi pagar dan pintu, yang bersisian dengan ujung depan rumah.

Semua pemandangan itu bagiku sungguh sangat   menohok perasaan, semuanya rapi, bersih, tertata sekali di tempat maasing-masing. Mungkin juga buat orang lain, itu biasa, bahkan juga mungkin buat putra putri pakde bude, mungkin aku yang baper, tapi sungguh aku menangkap ada kesepian di rumah itu.

Kenapa menohok perasaan? bukankah rapi dan bersih itu baik?, iya memang rapi dan bersih itu baik. tapi ketika suasana rapi dan bersih itu tak pernah terusik apapun, trasa ngelangut -- baca sunyi --, yang aku rasakan adalah tidak adanya kehidupan di rumah itu. Sedih bukan?

Memang sih, kita selalu berdoa dan berharap kebaikan untuk siapapun, tetapi secara kasat mata. usia yang sepuh dan tak ada orang muda yang mendampingi tentu bukanlah kondisi yang  pas.

Apakah mereka tak punya anak? owh jangan salah, mereka memiliki anak, banyak cucu bahkan mereka memiliki cicit juga. Sesungguhnya kedua lansia itu orang yang sangat berbahagia, karena anak cucunya boleh dibilang hidup dengan baik.

Kondisi mereka di hari tua, seperti kondisi pada orang yang tidak dikaruniai putra, karena faktanya mereka hidup hanya berdua saja. Soal materi, meeka berkelimpahan, terlebih pakdeku pensiunan kepala sekolah, mungkin tanpa dibantu anakpun, dana pensiun sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan beliau berdua.

Menjelang senja tungku hampir padam

 Sumur tua

Support untuk mereka di usia senja

Memang itulah siklus hidup dan itu terjadi pada setiap manusia, yang pada awalnya lahir sendirian, maka pada saatnya nanti akan kembali ke Pemilik kehidupan, Tuhan Yang Maha Kuasa juga sendirian.

Namun bagi orang yang dikaruniai putra dan putri, sudah selayaknya  di hari tu mereka, tidak mengalami kesendirian, secara fisik, baik fisik maupun emosional. Apapun alasannya, ketika orang tua sudah sepuh, sudah menjadi kewajiban anak untuk merawat mereka, 

Tak cukup waktu bagi anak untuk mambalas jasa orang tua, karena begitu anak dilepas menuju jenjang pernikahan, saat itu anak akan hidup dengan keluarga barunya, suami dan anak-anaknya. siklus baru sudah dimulai lagi.

Lalu, siapa yang mendampingi orang tua? ya si anak, mau siapa lagi? Kompromi bisa dilakukan. orang tua bisa dibujuk dengan sabar, pelan-pelan untuk diajak tinggal serumah dengan anak. Tidak mau? pasti tak mau. Tapi jika anak bersabar dan sungguh-sungguh, akan mau juga orang tua diajak tinggal  bareng.

Lebih baik lagi, jika anak mengalah, terutama anak perempuan yang tak bekerja, mengalah berada di samping orang tua, di kediaman orang tua.  

Dengan ada anak di dekat orang tua di saat sepuh, tentu akan menghangati hari-hari mereka di usia senja.
Orang yang berada pada usia senja, sesungguhnya tidak membutuhkan banyak hal. Mereka tidak membutuhkan materi yang berlebih, bahkan untuk makan, mereka juga sudah tidak bisa menampung banyak makanan lagi.

Usia senja, kalau boleh mungkin mereka juga tidak ingin merepotkan siapapun, termasuk merepotkan anak, karena pada dasarnya semua manusia itu ingin bisa memenuhi kebutuhannya tanpa merepotkan siapapun.

Namun, inilah kehidupan, yang salah satunya adalah menganut prinsip siklus. Usia senja adalah usia menjelang manusia itu sendirian kembali, sama seperti saat dia lahir, itulah siklus.

Berlaku pula siklus bagi anak, yaitu bahwa  dahulu dikala bayi hingga remaja bahkan dewasa diasuh, dirawat, dan didampingi orang tua. 

Pada saatnya, memang seorang anaklah yang menanggung kewajiban untuk mendampingi, mengasuh, merawat orang tua sebaik-baiknya. Sama persis dengan dahulu, bagaimana orang tua merawat anak dengan sepenuh hati.

Aku termasuk yang sulit memahami ketika ada seorang anak yang mengatakan tidak mungkin untuk mendampingi orang tuanya di usia senja.

Bagaimana dengan kalian?


7 komentar:

  1. kasihan kalo orangtua sudah sepuh ditinggal sendirian
    TFS mbak
    salam sehat dan semangat amin

    BalasHapus
  2. Terhanyut dlm sepi membaca kisah ini.
    Putra pakdhe berapa mbak?Nggak ada yg tinggalnya berdekatan ya?

    BalasHapus
  3. Terhanyut dlm sepi membaca kisah ini.
    Putra pakdhe berapa mbak?Nggak ada yg tinggalnya berdekatan ya?

    BalasHapus
  4. hadeuuhh aq jg ikutan baper ni mak, sedih bacanya. smoga jika umur panjang, qt tak sunyi di usia senja ya mak :*

    BalasHapus
  5. Jangan sampai orangtua menangis karena kabar berita dari anak cucu tak kunjung tiba.
    Terima kasih sudah diingatkan
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  6. waktu saya ikut pengajian rutin, ada nenek2 cerita dgn bangganya kalau beliau hidup sendirian. Karena "gengsi" ikut anak. ajaib ya?
    e ternyata, ibu saya juga merajuk ingin kembali ke tanah kelahiran, di Jombang, walau semua anaknya di Surabaya. Dengan gagah ibu bilang, bisa hidup sendirian.
    Mungkin bagi kita aneh, tapi jika kita tua mungkin akan memahaminya ya.
    Semoga mereka yang ingin menapaki hal sama, ada seseorang atau tetangga atau lingkungan yang dekat dan bisa mengawasi tiap saat, atau di telpon cepat jika ada apa-apa. Dan pasti, Alloh SWT menjaga mereka.

    kalau saya sih, demi tidak ingin sendirian di rumah, kelak jika tua, makanya ingin bikin semacam kursus, biar orang selalu datang ke rumah, hehehehe.... apalgi anak saya cowok semua, pasti gede dikit dah "ilang"

    BalasHapus