Minggu, 30 Agustus 2015

Menyoal Ketulusan

Saat sedang membuat draft, mendadak jemari ingin sekali menuliskan tentang kata tulus, kata ikhlas.
Bukan tanpa alasan jika mendadak saja jemari  dari membuat draft,berpindah  ke membuat tulisan baru ini,, ada beberapa alasan.
Belum lama berselang aku kedatangan seorang sahabat sesama penulis, tulisan dia sangat aktif dan namanya juga sangat dikenal di beberapa komunitas kepenulisan. Kesibukannya menjadi ibu rumah tangga, tidak memungkinkan dia untuk sering mengikuti acara kopdar.

Dengan mencuri waktu jualah akhirnya kami bisa jumpa lagi setelah setahun lebih tak jumpa muka, meskipun kami masih saling sapa disaat kami on line, atau saling berkomentar di faceook. Dari bibirnya mengalir beberapa kisahnya saat bertemu dengan kenalannya di komunitas kepenulisan, diantaranya adalah kekecewaanya terhadap beberapa kenalannya.

Sahabat saya kecewa, karena kawan yang di timeline begitu ramah dan bersahabat dengannya, disaat ketemu muka dan saling kenalan nama, kawan itu acuh tak acuh, setelah salaman lalu bergabung dengan orang lain. Ada juga yang setelah bertanya nama, terkejut, senang lalu memeluknya dengan akrab.

Perbincangan dengan sahabat itu, lalu mengerucut pada sebuah diskusi tentang ketulusan, tulus, dalam interaksi sesama kita.
Sering kita dengar, atau bahkan  kita sendiri berucap tentang ketulusan, keikhlasan, tidak tulus, tidak ikhlas, dalam interaksi kita sehari-hari dengan orang-orang di sekitar kita.

 

Ketulusan dan Ketidaktulusan 

Hati yang tulus, berarti hati yang bersungguh-sungguh, tidak berpura-pura, atau jujur. Hati yang tulus adalah hati yang bersih, tanpa basa basi, tanpa kepentingan, tanpa melihat atribut saat berinteraksi.Ketulusan merupakan peasaan yang abadi, tak akan lekang dimakan hujan maupun panas.

Sebaliknya, ketidaktulusan adalah hati yang berpura-pura, sesaat, tidak lurus, ada kepentingan yang tersembunyi. Keidaktulusan, biasanya muncul karena ada keharusan untuk bersikap baik,atau harus bersikap baik karena ada satu kepentingan. Biasanya, saat kepentingan atau kebutuhannya terpenuhi, sikap yang nampak tulus itu sirna.

Keikhlasan dan Ketidakikhlasan

Keikhlasan sebenarnya bermakna sama dengan ketulusan yaitu hati yang bersih, hati yang jernih,  hanya keikhlasan sering dihubungkan dengan keberserahan kepada Tuhan, ada harapan mendapatkan ganjaran dari Tuhan. Begitu juga dengan sikap tidak ikhlas, sikap tidak ikhlas diidentikan dengan sikap yang tidak berserah diri kepada Tuhan.
Asumsinya adalah, melakukan segala hal dengan tak ikhlas, dianggap sebuah kesia-siaan karena tak menjadi amal yang baik.

Merenung Lebih Dalam 

Bisa dipahami jika kita merasa kecewa bahkan sakit hati ketika mendapatkan respon yang tak seimbang. Kita merasa sudah bersikap tulus, ikhlas, sepenuh hati. Namun apa daya ternyata respon yang kita peroleh adalah sikap acuh tak acuh, under estimate, memandang sebelah mata, dan sejenisnya. Kepura-puraan yang terasakan itu tentu membuat hati jadi kecewa.

Akan tetapi ayuk kita tengok lagi, dan jika kita renungkan, sikap tulus, tidak tulus, ikhlas dan tidak ikhlas itu sebenarnya adalah masalah internal hati seseorang. Kenapa? Karena sikap hati adalah persoalan kemampuan seseorang mengelola hati, atau istilah kerennya manajemen qolbu, cieee.
Yuk kita renungi lebih dalam, saat seseorang itu tak tulus terhadap kita, sebenarnya itu persoalan dirinya dengan hati dia sendiri, kenapa? karena sesungguhnya kita tidak dirugikan oleh sikap tak tulusnya itu.


Ketulusan dan ketidaktulusan, adalah persoalan seseorang dengan hatinya sendiri kala dia tak bisa mengelola hatinya dengan benar. Jangan salah, kepura-puraan, memerlukan energi ekstra untuk melakukannya, dan bukan energi yang enak dilakukan. jadi betapa sebetulnya kita harus menaruh simpati terhadap orang-orang yang kita rasa tidak tulus.

Lalu, ketidakikhlasan, juga sama saja itu problem seseorang dengan Tuhan, tak ada sangkut pautnya sama sekali dengan orang luar, karena segala yang dilakukannya, dia sendiri yang akan merasakan akibatnya. Ada prinsip siapa yang menabur, maka dia akan menuai, di setiap hal, dan berlaku bagi siapa saja kan?.

Sehingga, baik itu tulus dan tidak tulus, ikhlas dan tidak ikhlas, sepenuhnya adalah persoalan internal batin seseorang, dengan dirinya sendiri dan dengan Tuhannya. Namun karrena seseorang tak bisa lepas dari interaksi, tentu jika tak pandai mengelola diri, orang yang disekitarnya tetap merasakan imbasnya.

Sesungguhnya, semua manusia itu sama, coba saja ditanya ke kawan yang kadang bersikap tidak tulus, terhadap orang disekitarnya. Bagaimana perasaanya, manakala ada seseorang yang bersikap tak tulus terhadapnya, sehingga terasa bertepuk sebelah tangan?. Pasti jawabanya sama, kecewa.

Jadi, ayuuk bersikap tulus saja terhadap siapapun karena itu juga akan membuat hati kita sendiri merasa senang, dengan hati senang, hidup juga jadi menyenangkan. Jadi, ayuuk kitalah yang musti belajar  melapangkan hati,  selapang-lapangnya, seperti laut luas yang tak bertepi. Bersikap tulus, adalah kesediaan untuk memberi, memberi kejujuran pada orang di sekitar kita, terutama pada diri kita sendiri.

51 komentar:

  1. Ikhlas itu ga semudah mengucapkannya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang benuul, hehehe. terus berusaha akan menjadi biasa
      Linda, makasih ya sudah mampir

      Hapus
  2. Suka bangeett tulisanya mbak.. makasih sudah diingatkan tentang ikhlas yg menurutku berat bgt

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa mbaa, memang beraat, sebenarnya menurutku, ikhlas lebih untuk diri kita ya
      makasih ya mba, kunjunganya

      Hapus
  3. Jadi ikut merenung. Mudah2an terjauh dari ketaktulusan

    Hemm ... apakah ada kemungkinan teman yang dianggap tak tulus oleh teman Mbak itu sedang sibuk membahas sesuatu yang sedang dibahas dengan "kawan2-nya"?

    Kadang2 saya menjumpai orang2 yang sensitivitasnya tinggi sekali. Sy pernah dianggap seperti itu dan ybs mengatakan hal2 yang sebenarnya tidak terpikirkan oleh saya. Dan kalau saya lihat memang dia sangat sensi, sering sekali berkomentar yang mendudukkand dirinya pada posisi disakiti. Yah, hanya sekadar mencoba melihat sisi lain. Tapi terima kasih, Mbak .... tulisan ini membuat sy berpikir harus ekstra hati2 dlm bersikap :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, karena sensitifitas relativ ya mba,hanya kayanya memang orang yg dia sebut sifatnya begitu ya, hehehe. Dunia memang unik, aneka ragam manusia
      Mba, makasih kunjunganya yaa

      Hapus
  4. Terima kasih sudah diingatkan, Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, sama-sama, saya juga mengingatkan diri sendiri
      Makasih kunjunganya ya mba

      Hapus
  5. Ketulusan seseorang itu kadang bisa terpancar lewat bahasa tubuh..k

    saya kadang merasakan hal yang sama, tapi segera saya tepis dengan 99 alasan dulu sebelum membela rasa yang saya simpan dengan sebongkah amal.

    Tulisan ini sangat menyentuh untuk mengingatkan diri agar lebih berhati-hati lagi dalam menata hati .
    salam kenal dari Muty yaa mbak :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, hanya memang saaya juga mengalami, misalnya berharap banyak ketika mau ketemu seorang yang saya anggap hangat di medsos, hehhe
      Makasih kunjungannya mba
      Salam hangat mba Muty

      Hapus
  6. Saya pernah copdar dengan teman yg kayaknya takut disapa. Tp kalau dihitung lbh banyak yg menyenangkan. Bahkan jadi saudara, salah satunya Mbak Nefer. Dunia memang berwarna ya, harus ada yg abu abu bahkan hitam! Untuk menguatkan hati sendiri saya sering tanam kata di dada "Jangan minta ridlo manusia!" Hehe.. soalnya nanti kecewa!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, memang dunia ini beraneka ragam mba, itu membuat kita harus selalu belajar
      Makasih kunjungannya mba Oty

      Hapus
  7. Sering banget ketemu sama orang jenis itu (haha...jenis). Kalo online haduuh ramahnya bukan main, pas ketemu kok dingin. Njur aku kudu piye? hihi...
    Tulisannya ngena banget, mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Njur kudu ngguyu wae mbaa, hehehe.
      Yups, banyak sekali mbaa, karena dunia maya memungkinkan kita berinteraksi model apa saja, wong ra ketok wae kok

      Hapus
  8. Ketulusan dan keikhlasan semakin memudar. Berganti dengan orientasi materi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups, penuh kepentingan yaa, hehehe
      Makasih mas, kunjungannya yaa

      Hapus
  9. Tulisannya jadi pengingat buat saya tentang tulus dan ikhlas Mak.
    Mudah2an kita jadi orang yg senantiasa ikhlas dan tulus terhadap siapapun ya Mak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saling mengingatkan mba, keikhlasan itu buat diri kita ya mbaa
      Makasih ya kunjungannya

      Hapus
  10. Moga aku nggak seperti org yg dibicarakan. Tp keikhlasan biasanya membuat kita selalu bersangka baik pd orang lain ya mbak apapun keadaannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener Win, yang penting kita nggak kehilangan semangat kritis kita ya
      Makasih ya, kunjungannya

      Hapus
  11. duhhh ini makjleb mbak, pernah ditanya terkait profesi ku tulus gak? ikhlas gak? susahhh bener untuk ikhlas kalo tulus mungkin bisa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, saling mengingatkan ya Ev, kita kan belajar terus yaa, pada saatnya bisa kok.
      Makasih ya kunjunganya

      Hapus
  12. Hhiikksss.. Iya bund, aku juga pernah merasakan seperti ini. Aku pribadi introvert dan pemalu kalau gathering gitu makk, bukan gak peduli, hanya sibuk dengan dunia sendiri, mengobrol dengan orang lain pun aku nggak hehehe.. Biasa gathering sendirian, foto sendiri, semua nya sendiri.. Hiikkss

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku dulu pernah merasakan, bagi orang yg introvert, berjumpa dengan banyak orang, membutuhkan adaptasi yang tak mudah.
      Sekarang, aku suka menyapa siapa saja. Malah kalau yg kelihatannya pendiam kubecandain, agar cair
      Makasih ya Asti, kunjungannya

      Hapus
  13. aku juga harus belajar tulus nih mbak , makasih udah diingatkan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mba Lidya, saling mengingatkan, ini juga buat pengingat diriku sendiri mbaa
      Makasih kunjungannya ya mba

      Hapus
  14. belajar tulus dan ikhlas... masih berat buat saya, hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada saatnya pasti bisa mba, kita kan selalu belajar dari lingkungan
      Mba Inna makasih kunjunganya

      Hapus
  15. senangnya bisa merasakan ketulusan hati yang luar biasa ya bund :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tanty, iyaa, wong ketulusan itu menghangati kok
      Makasih ya, udah mampir

      Hapus
  16. ikhlas berat banget, ga semudah diucapin aja :(

    BalasHapus
  17. belajar ikhlas harus dari hati ya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba Titis, insya Allah mudha kok, kalo kita enteng menjalaninya
      makaih kunjunganya mba

      Hapus
  18. semoga aku termasuk org yang tulus ya mbak
    btw itu link hidupnya dimatiin saja... tulis biasa tanpa link foto ambil dimana :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyee Cha, terus berusaha ya, kita biar jalan kita enak
      Oooh iyaa, aku sering lupaa hihi, tengkyuuu

      Hapus
  19. Masih berusaha belajar untuk ikhlas, dan semoga selalu bisa bersikap tulus kepada orang lain :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, aku juga terus belajar kok, terus berusaha ya mba
      makasih kunjungannya ya mba

      Hapus
  20. setelah beberapa kali kopdar saya terbiasa dengan kejadian seperti itu mba dan sudh bisa positif thinking, kalau pas kopdar dia nyuekin setelah salaman mungkin dia mau ketemu temannya yang lebih akrab darikita dan sering ketemu offline....sy pun mungkin seperti itu secara ga sadar bukan maksudnya cuekin tp klo udah kopdar gitu fokusnya kesana kemari, ya ke acara ya ke teman yang lain :).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, aku juga kadang alami, kita jadikan belajar ya mba, memeprkaya batin kita, hikmahnya kita bisa mengambil sikap positiv terhadap siapa saja
      Makasih mba kunjungannya

      Hapus
  21. Saya terus menerus berusaha untuk selalu tulus dan ikhlas... Untuk itu saya nggak mau mengeluh, ikhlas dan tulus gampang diucapkan tapi susah dilakukan, karena itu menurut saya justru malah menghambat proses untuk menjadi tulus dan ikhlas itu sendiri... ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siip, tak mengeluh dan keanekaragaman membuat kita belajar dan kritis, terutama terhadap diri sendiri
      Mbaa, makasih ya kunjunganya

      Hapus
  22. wah, mba tite dalam banget ini mba. Posisiku ada di mana ya mba sama njenengan? semoga hati kita sama dengan penampakan wajah kita selama ini ya mbak.. aamiin :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai mbaa, iyaa semoga hati dan penampakan kita serupa dan sama yaa
      Makasih kunjunganya mba Woro

      Hapus
  23. ikhlas, peer hidup yang paling susah nih, hehehe :D
    keep practice..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yess, keep simple sembari belajar terus ya, untuk kebaikan diri kita
      Makasiiih kunjunganya

      Hapus
  24. Yanti, postingan yang bagus. Alhamdulillah, mungkin karena berkurangnya usia bunda di dunia, bunda semakin bisa berkompromi dengan perasaan bunda sendiri manakala ada sikap rekan yang kurang menganggap kita sedang berada di lingkarannya. Sabar, arif dan bijaksana saja yang bisa bunda terapkan kepada diri sendiri Terkadang sempat sih berpikir "Kenapa sih dia begitu dan dia begini ama gue, apa salah gue, apa karena gue udah tuwir, sikapnya boleh seperti itu, bla, bla, bla..." Nah, yang seperti ini, bukan main peperangan batin bunda untuk menyikapinya dengan bijak, sehingga akhirnya sikapnya or mereka berubah dan bisa menganggap keberadaan bunda sesuai yang bunda harapkan. Begitu, Yanti. Jadi kembali lagi memang tulus dan ikhlas itu diperlukan dalam pertemanan,

    BalasHapus
  25. Waaah tulisan baguz nih mbak..Aku termasuk yang cuek nggak ya kalau ketemu?

    BalasHapus
  26. Waaah tulisan baguz nih mbak..Aku termasuk yang cuek nggak ya kalau ketemu?

    BalasHapus
  27. terkadang mulut bisa mengucapkan ikhlas, tapi hati tidak. itu yang sulit mba

    BalasHapus
  28. Emang cukup sulit tuh ikhlas, tulus. Tapi rasa2nya kalo dipupuk bisa dah dan pengetahuan ttng agama bisa mendorong k arah sana.

    BalasHapus
  29. Makasih renungannya mba, ikhlas itu bukan sesuatu yang mudah. Tapi perlahan2 akan saya coba memperbaiki diri saya... :)

    BalasHapus