Trend
korupsi di Indonesia, semakin lama semakin menunjukkan peningkatan dan dengan
pelaku yang semakin bervariasi.
Seperti yang dilansir Kompas.com, dari rilis ICW diantaranya adalah
perkembangan jumlah kasus korupsi yang linier dengan jumlah tersangka korupsi.
Jika pada tahun 2010 jumlah tersangka korupsi berjumlah 1.157 orang, lalu
menurun pada tahun 2011 dan 2012. Namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan
signifikan yaitu bertambah banyak, dengan jumlah 1.271 orang. Diprediksi,
korupsi akan semakin meningkat di negeri ini.
Bahkan
pelaku korupsi atau koruptornyapun mengalami perluasan, kalau dahulu kebanyakan
koruptor adalah laki-laki, saat ini koruptor sudah tidak mengenal gender lagi.
Sebut saja nama Miranda Gultom, Nunun Nurbaeti, Ratu Atut Chosiyah, Angelina
Sondakh dan laiinya.
Dengan
data tersebut, apakah mungkin Indonesia akan bebas dari korupsi? Apakah mungkin
korupsi bisa diberantas di negeri ini?
Jawabannya,
tentu saja bisa, Indonesia bisa bebas dari korupsi, dengan kemauan keras dan
kerja keras seluruh penduduk negeri ini, Bukan hal yang tidak mungkin jika
negeri ini akan bebas dari korupsi, bukankah di dunia ini tidak ada yang tak
mungkin?
Tetapi
untuk bebas dari belitan budaya korupsi yang sangat kuat tentu saja jalan yang
harus ditempuh tidak mudah dan tidak ringan. Membutuhkan sinergi dan kerja
keras segenap pihak, dari seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
Berbagai
pendekatan harus dilakukan, karena berdasarkan fakta, korupsi tak kenal siapa
dan apa pelakunya, Para pelaku korupsi terdiri dari berbagai kalangan, lintas
gender, lintas usia lintas profesi, bahkan lintas agama. Sehingga memulai
memberantas korupsi memang harus menyeluruh, sebagaimana korupsi yang juga tak
pandang bulu, atau dengan kata lain, siapa saja memiliki potensi untuk korup,
siapa saja.
Korupsi
menurut saya bukan sekedar sebuah hitung-hitungan angka, yaitu berapa juta,
berapa ratus juta, berapa milyard dana yang telah dikorup untuk kepentingan
diri sendiri, dan dana itu adalah dana bukan milik sendiri. Korupsi adalah
persoalan sikap dan perilaku yang membenarkan diri sendiri melakukan
tindakan-tindakan mengambil yang bukan menjadi haknya.
Berbagai
lembaga hukum yang ada di Indonesia sudah melakukan kewajiban mereka dengan
menangkap, menyidik hingga mengadili pelaku korupsi sampai memenjarakan mereka.
Tetapi tampaknya berbagai langkah yang dilakukan oleh para penegak hukum tidak
memiliki kekuatan untuk memberikan efek jera..
Melawan
Korupsi Melalui Gerakan Sosial
Kenapa
trend korupsi di Indonesia semakin meningkat? Bukankah masyarakat Indonesia
dikenal sebagai masyarakat agamis? Dalam konteks ini apakah bisa dikatakan jika keberagamaan seseorang tidak memiliki korelasi
dengan perilakunya?, karena terbukti sebagian tersangka korupsi adalah
orang-orang yang taat beragama. Maka, jika agama saja tidak memiiki kekuatan
utuk mengendalikan manusia dari tindak pidana korupsi, celah apa lagi yang bisa
digunakan, agar mimpi Indonesia bebas korupsi bisa terwujud?
Jika
korupsi adalah soal perilaku, yang dilandasi oleh cara berpikir para koruptor
tersebut. Perilaku muncul didasarkan pada sebuah nilai yang dianut, yaitu nilai bahwa perbuatan yang mereka
lakukan mereka anggap benar. Maka harus ada nilai yang berlawanan, yaitu bahwa
perilaku korupsi adalah salah, dan korupsi adaalah sebuah perilaku yang
melanggar nilai dan norma. Baik norma sosial maupun norma hukum, oleh karena itu, masyarakat harus melakukan
perlawanan kepada korupsi.
Bagaimana cara melawan korupsi?salah satu langkah untuk melawan korupsi adalah dengan memberikan pemahaman kepada
masyarakat bahwa kita harus berani menolak dan berkata tidak pada korupsi,
apapun alasannya.
Kenapa masyarakat harus diberi pemahaman agar memiliki keberanian melawan
korupsi? Karena dengan berbagai alasan, tidak setiap orang memiliki keberanian
melawan korupsi, bahkan untuk berkata tidak saja tidak berani, yang ada malah
sebagian besar larut dan akhirnya ikut membenarkan tindakan korup tersebut.
Pemberdayaan
Masyarakat
Memberdayakan
masyarakat adalah menanamkan nilai-nilai kepada masyarakat luas agar memiliki kekuatan
dan kokoh secara mental, sehingga berani melakukan perlawanan terhadap korupsi.
Pemberdayaan ini akan menjadi sebuah proses dengan rentang waktu yang panjang,
berkesinambungan dan tidak boleh berhenti. Dengan demikian pemberdayaan ini
tentu bukan sebuah proses langsung jadi, dengan hasil yang bisa dinikmati
seketika. Diantara nilai-nilai yang bisa ditanamkan pada masyarakat adalah:
Ø
Bahwa
bangsa ini memiliki budaya luhur, budaya agung yaitu kejujuran adalah sebuah
sifat terpuji yang tidak ternilai harganya, dibandingkan dengan sejumlah uang,
berapapun besarnya uang itu.
Ø
Tidak
usah memiliki keinginan untuk harus memiliki, terhadap segala sesuatu yang berada diluar
diri kita
Ø
Bahwa
bekerjasama dengan siapapun dalam hal keburukan tidak akan membawa kebaikan,
bahkan sebaliknya, justru akan membawa
keburukan dalam hidup.
Ø
Bahwa
hidup sederhana tidak berlebih-lebihan adalah lebih utama karena akan membawa
ketenangan bagi diri sendiri dan lingkungan
Ø
Bahwa
kekayaan yang dimiliki oleh setiap orang, didalamnya ada hak orang lain yang
harus ditunaikan.
Ø
Kepedulian
kepada sesama yang hidupnya kurang beruntung akan menjadi kendali dalam hati.
Ø
Berusaha
hidup lebih produktif, dengan banyak berkarya sehingga terhindar dari cara
pikir yang konsumtif.
Ø
Bahwa
sebagai makhluk berTuhan, segala sesuatu yang dilakukan akan diminta
pertanggungjawaban di akherat.
Ø
Nilai-nilai
gotong royong harus dihidupkan kembali, karena nilai ini akan mengurangi
sifat-sifat individualistis. Sifat-sifat individualistis yang semakin subur
dalam masyarakat berpotensi memicu keinginan memperkaya diri sendiri yang
ujung-ujungnya bisa sampai pada tindak korupsi.
Ø
Berbagai
nilai-nilai luhur bangsa yang bisa digali dan dikembangkan menjadi nilai-nilai
positif.
Ø
Menanamkan
kesadaran bahwa korupsi adalah tindakan kejahatan yang mencederai nilai-nilai
luhur agama, nilai luhur budaya bangs dan, nilai-nilai kemanusiaan.
Dimulai
dengan menghimpun individu-individu kemudian dibentuk kelompok kecil, maka akan
ada banyak kelompok kecil di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok kecil ini akan
menjadi embrio dalam masyarakat sebagai penyebar nilai-nilai kebaikan,
nilai-nilai yang berlawanan dengan korupsi. Dengan kata lain menanamkan
nilai-nilai untuk melawan korupsi bisa dilakukan dengan sistim sel di
masyarakat.
Diawali dengan satu orang, disebar kepada orang terdekat seperti suami atau isteri,
anak, orang tua, lama kelamaan akan berkembang kepada lingkup yang lebih luas
lagi.
Gerakan
semacam ini akan menjadi landasan mental yang kokoh dalam masyarakat, dan
secara umum untuk membentuk gerakan semacam ini tidak akan banyak mengalami
kesulitan karena pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
komunal yaitu mudah berkelompok.
Diharapkan akan tumbuh kelompok-kelompok relawan anti korupsi yang dengan
senang hati, suka rela, melakukan pendidikan kembali pada masyarakat luas.
Jika
di masyarakat sudah terbentuk kelompok-kelompok yang solid, maka kelompok
sosial ini akan berperan efektif melakukan kampanye menolak dan melawan
korupsi. Kelompok-kelompok kecil ini akan bergerak, menyebarkan dan menanamkan
nilai-nilai anti korupsi kepada masyarakat luas.
Dalam perjalanannya, akan bermunculah gerakan-gerakan sosial dalam masyarakat
yang memiliki peran aktif melawan korupsi, dalam berbagai bentuknya. Gerakan
yang bersifat informal, dengan mengedepankan nilai-nilai moral dan bertujuan
membentuk pertahanan moral di masyarakat.
Pada akhirnya, akan lahir dan tumbuh masyarakat mandiri yang secara moral memiliki
keberanian penuh melawan korupsi. Keteguhan moral masyarakat yang sudah
menyerap dan menjalankan nilai-nilai keluhuran, akan menjadi daya tangkal yang representatif,
mencegah terjadinya tindak korupsi. Karena
individu dalam masyarakat tersebut memahami dan menyadari pentingnya sebuah
negeri yang bersih dari korupsi.
Upaya
Pembentukan Kelompok-kelompok Sosial Anti Korupsi
Ø
Dibentuk
Secara Mandiri
Dibentuk dari bawah oleh masyarakat ( bottom up ) , atas inisyatif anggota masyarakat,
seperti aktifis, relawan, anggota komunitas gerakan anti korupsi dan laiinya.
Ø
Dibentuk
Oleh Pemerintah
Dibentuk dari atas ( Top Down ). Pendekatan melalui keharusan-keharusan formal
tetap masih harus diberlakukan kepada masyarakat. Hal ini digunakan untuk membantu
menumbuhkembangkan pola kreatif dan keberanian masyarakat melakukan inisyatif.
Model ini pernah dilakukan oleh pemerintah semasa Orde Baru, dimana waktu itu
menjamur berbagai kelompok di masyarakat yang mempunyai peran dalam mendidik
masyarakat.
Ø
Menggabungkan
Metode Dari Atas dan Dari Bawah
Penggabungan kedua cara ini, lebih ideal untuk dilakukan. Di satu sisi
masyarakat akan mematuhi untuk membentuk kelompok-kelompok kecil ini karena ada
keharusan-keharusan yang bersifat formal, dan di sisi lain masyarakat mendapatkan
ruang dan kesempatan terbuka untuk
mempunyai berbagai inisyatif yang sejalan dengan misi melawan korupsi.
Pada
akhirnya, harus ada komunitas atau sekelompok individu yang mau memulai melakukan
edukasi ke masyarakat, sebagai pionir. Sebagai pemula,komunitas ini akan melakukan kerja sama dengan otoritas yang berwenang
yaitu pemerintah.
Maka
akan berjalanlah sebuah sinergi melawan korupsi yang representatif, yaitu
pemerintah melalui lembaga-lembaga hukum yang dimilikinya sebagai tangan
panjang untuk menyidik hingga memenjarakan pelaku kejahatan korupsi, dan
masyarakat melakukan pencegahan melalui gerakan sosial yang mengedukasi
masyarakat.Dengan sinergi dan kerja keras segenp penduduk negeri ini, maka keinginan
mewujudkan mimpi Indonesia bebas korupsi, bukan suatu hal yang tidak mungkin.
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis dengan tema Mewujudkan Mimpi Indonesia Bebas Korupsi, yang diadakan oleh GNPK Pusat
Gerakan sosial ini harus dikampanyekan secara masif, supaya Indonesia bisa bebas korupsi
BalasHapussetuju, gerakan yang masif, akan efektif, karena berasal dari kesadaran masyarakat
BalasHapusmakasih ya sudah mampir, salam