Kamis, 04 Desember 2014

GERAKAN SOSIAL MELAWAN KORUPSI

Trend korupsi di Indonesia, semakin lama semakin menunjukkan peningkatan dan dengan pelaku yang semakin bervariasi.
Seperti yang dilansir Kompas.com, dari rilis ICW diantaranya adalah perkembangan jumlah kasus korupsi yang linier dengan jumlah tersangka korupsi. Jika pada tahun 2010 jumlah tersangka korupsi berjumlah 1.157 orang, lalu menurun pada tahun 2011 dan 2012. Namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan signifikan yaitu bertambah banyak, dengan jumlah 1.271 orang. Diprediksi, korupsi akan semakin meningkat di negeri ini.

Bahkan pelaku korupsi atau koruptornyapun mengalami perluasan, kalau dahulu kebanyakan koruptor adalah laki-laki, saat ini koruptor sudah tidak mengenal gender lagi. Sebut saja nama Miranda Gultom, Nunun Nurbaeti, Ratu Atut Chosiyah, Angelina Sondakh dan laiinya.

Dengan data tersebut, apakah mungkin Indonesia akan bebas dari korupsi? Apakah mungkin korupsi bisa diberantas di negeri ini?

Jawabannya, tentu saja bisa, Indonesia bisa bebas dari korupsi, dengan kemauan keras dan kerja keras seluruh penduduk negeri ini, Bukan hal yang tidak mungkin jika negeri ini akan bebas dari korupsi, bukankah di dunia ini tidak ada yang tak mungkin?

Tetapi untuk bebas dari belitan budaya korupsi yang sangat kuat tentu saja jalan yang harus ditempuh tidak mudah dan tidak ringan. Membutuhkan sinergi dan kerja keras segenap pihak, dari seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

Berbagai pendekatan harus dilakukan, karena berdasarkan fakta, korupsi tak kenal siapa dan apa pelakunya, Para pelaku korupsi terdiri dari berbagai kalangan, lintas gender, lintas usia lintas profesi, bahkan lintas agama. Sehingga memulai memberantas korupsi memang harus menyeluruh, sebagaimana korupsi yang juga tak pandang bulu, atau dengan kata lain, siapa saja memiliki potensi untuk korup, siapa saja.

Korupsi menurut saya bukan sekedar sebuah hitung-hitungan angka, yaitu berapa juta, berapa ratus juta, berapa milyard dana yang telah dikorup untuk kepentingan diri sendiri, dan dana itu adalah dana bukan milik sendiri. Korupsi adalah persoalan sikap dan perilaku yang membenarkan diri sendiri melakukan tindakan-tindakan mengambil yang bukan menjadi haknya.

Berbagai lembaga hukum yang ada di Indonesia sudah melakukan kewajiban mereka dengan menangkap, menyidik hingga mengadili pelaku korupsi sampai memenjarakan mereka. Tetapi tampaknya berbagai langkah yang dilakukan oleh para penegak hukum tidak memiliki kekuatan untuk memberikan efek jera..

Melawan Korupsi Melalui Gerakan Sosial

Kenapa trend korupsi di Indonesia semakin meningkat? Bukankah masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat agamis? Dalam konteks ini apakah bisa  dikatakan jika  keberagamaan seseorang tidak memiliki korelasi dengan perilakunya?, karena terbukti sebagian tersangka korupsi adalah orang-orang yang taat beragama. Maka, jika agama saja tidak memiiki kekuatan utuk mengendalikan manusia dari tindak pidana korupsi, celah apa lagi yang bisa digunakan, agar mimpi Indonesia bebas korupsi bisa terwujud?

Jika korupsi adalah soal perilaku, yang dilandasi oleh cara berpikir para koruptor tersebut. Perilaku muncul didasarkan pada sebuah nilai yang dianut,  yaitu nilai bahwa perbuatan yang mereka lakukan mereka anggap benar. Maka harus ada nilai yang berlawanan, yaitu bahwa perilaku korupsi adalah salah, dan korupsi adaalah sebuah perilaku yang melanggar nilai dan norma. Baik norma sosial maupun norma hukum,  oleh karena itu, masyarakat harus melakukan perlawanan kepada korupsi.
Bagaimana cara melawan korupsi?salah satu langkah untuk melawan korupsi  adalah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa kita harus berani menolak dan berkata tidak pada korupsi, apapun alasannya.
Kenapa masyarakat harus diberi pemahaman agar memiliki keberanian melawan korupsi? Karena dengan berbagai alasan, tidak setiap orang memiliki keberanian melawan korupsi, bahkan untuk berkata tidak saja tidak berani, yang ada malah sebagian besar larut dan akhirnya ikut membenarkan tindakan korup tersebut.

Pemberdayaan Masyarakat

Memberdayakan masyarakat adalah menanamkan nilai-nilai kepada masyarakat luas agar memiliki kekuatan dan kokoh secara mental, sehingga berani melakukan perlawanan terhadap korupsi.
Pemberdayaan ini akan menjadi sebuah proses dengan rentang waktu yang panjang, berkesinambungan dan tidak boleh berhenti. Dengan demikian pemberdayaan ini tentu bukan sebuah proses langsung jadi, dengan hasil yang bisa dinikmati seketika. Diantara nilai-nilai yang bisa ditanamkan pada masyarakat adalah:

Ø  Bahwa bangsa ini memiliki budaya luhur, budaya agung yaitu kejujuran adalah sebuah sifat terpuji yang tidak ternilai harganya, dibandingkan dengan sejumlah uang, berapapun besarnya uang itu.

Ø  Tidak usah memiliki keinginan untuk harus memiliki,  terhadap segala sesuatu yang berada diluar diri kita

Ø  Bahwa bekerjasama dengan siapapun dalam hal keburukan tidak akan membawa kebaikan, bahkan sebaliknya,  justru akan membawa keburukan dalam hidup.

Ø  Bahwa hidup sederhana tidak berlebih-lebihan adalah lebih utama karena akan membawa ketenangan bagi diri sendiri dan lingkungan

Ø  Bahwa kekayaan yang dimiliki oleh setiap orang, didalamnya ada hak orang lain yang harus ditunaikan.

Ø  Kepedulian kepada sesama yang hidupnya kurang beruntung akan menjadi kendali dalam hati.

Ø  Berusaha hidup lebih produktif, dengan banyak berkarya sehingga terhindar dari cara pikir yang konsumtif.

Ø  Bahwa sebagai makhluk berTuhan, segala sesuatu yang dilakukan akan diminta pertanggungjawaban di akherat.

Ø  Nilai-nilai gotong royong harus dihidupkan kembali, karena nilai ini akan mengurangi sifat-sifat individualistis. Sifat-sifat individualistis yang semakin subur dalam masyarakat berpotensi memicu keinginan memperkaya diri sendiri yang ujung-ujungnya bisa sampai pada tindak korupsi.

Ø  Berbagai nilai-nilai luhur bangsa yang bisa digali dan dikembangkan menjadi nilai-nilai positif.

Ø  Menanamkan kesadaran bahwa korupsi adalah tindakan kejahatan yang mencederai nilai-nilai luhur agama, nilai luhur budaya bangs dan, nilai-nilai kemanusiaan.

Dimulai dengan menghimpun individu-individu kemudian dibentuk kelompok kecil, maka akan ada banyak kelompok kecil di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok kecil ini akan menjadi embrio dalam masyarakat sebagai penyebar nilai-nilai kebaikan, nilai-nilai yang berlawanan dengan korupsi. Dengan kata lain menanamkan nilai-nilai untuk melawan korupsi bisa dilakukan dengan sistim sel di masyarakat.
Diawali dengan satu orang, disebar kepada orang terdekat seperti suami atau isteri, anak, orang tua, lama kelamaan akan berkembang kepada lingkup yang lebih luas lagi.

Gerakan semacam ini akan menjadi landasan mental yang kokoh dalam masyarakat, dan secara umum untuk membentuk gerakan semacam ini tidak akan banyak mengalami kesulitan karena pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang komunal yaitu mudah berkelompok.
Diharapkan akan tumbuh kelompok-kelompok relawan anti korupsi yang dengan senang hati, suka rela, melakukan pendidikan kembali pada masyarakat luas.

Jika di masyarakat sudah terbentuk kelompok-kelompok yang solid, maka kelompok sosial ini akan berperan efektif melakukan kampanye menolak dan melawan korupsi. Kelompok-kelompok kecil ini akan bergerak, menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai anti korupsi kepada masyarakat luas.
Dalam perjalanannya, akan bermunculah gerakan-gerakan sosial dalam masyarakat yang memiliki peran aktif melawan korupsi, dalam berbagai bentuknya. Gerakan yang bersifat informal, dengan mengedepankan nilai-nilai moral dan bertujuan membentuk pertahanan moral di masyarakat.
Pada akhirnya, akan lahir dan tumbuh masyarakat mandiri yang secara moral memiliki keberanian penuh melawan korupsi. Keteguhan moral masyarakat yang sudah menyerap dan menjalankan nilai-nilai keluhuran, akan menjadi daya tangkal yang representatif,  mencegah terjadinya tindak korupsi. Karena individu dalam masyarakat tersebut memahami dan menyadari pentingnya sebuah negeri yang bersih dari korupsi.

Upaya Pembentukan Kelompok-kelompok Sosial Anti Korupsi

Ø  Dibentuk Secara Mandiri
Dibentuk dari bawah oleh masyarakat ( bottom up ) , atas inisyatif anggota masyarakat, seperti aktifis, relawan, anggota komunitas gerakan anti korupsi dan laiinya.

Ø  Dibentuk Oleh Pemerintah
Dibentuk dari atas ( Top Down ). Pendekatan melalui keharusan-keharusan formal tetap masih harus diberlakukan kepada masyarakat. Hal ini digunakan untuk membantu menumbuhkembangkan pola kreatif dan keberanian masyarakat melakukan inisyatif.
Model ini pernah dilakukan oleh pemerintah semasa Orde Baru, dimana waktu itu menjamur berbagai kelompok di masyarakat yang mempunyai peran dalam mendidik masyarakat.

Ø  Menggabungkan Metode Dari Atas dan Dari Bawah
Penggabungan kedua cara ini, lebih ideal untuk dilakukan. Di satu sisi masyarakat akan mematuhi untuk membentuk kelompok-kelompok kecil ini karena ada keharusan-keharusan yang bersifat formal, dan di sisi lain masyarakat mendapatkan ruang dan kesempatan terbuka  untuk mempunyai berbagai inisyatif yang sejalan dengan misi melawan korupsi.

Pada akhirnya, harus ada komunitas atau sekelompok individu yang mau memulai melakukan edukasi ke masyarakat, sebagai pionir. Sebagai pemula,komunitas ini  akan melakukan  kerja sama dengan otoritas yang berwenang yaitu pemerintah.

Maka akan berjalanlah sebuah sinergi melawan korupsi yang representatif, yaitu pemerintah melalui lembaga-lembaga hukum yang dimilikinya sebagai tangan panjang untuk menyidik hingga memenjarakan pelaku kejahatan korupsi, dan masyarakat melakukan pencegahan melalui gerakan sosial yang mengedukasi masyarakat.Dengan sinergi dan kerja keras segenp penduduk negeri ini, maka keinginan mewujudkan mimpi Indonesia bebas korupsi, bukan suatu hal yang tidak mungkin.

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis dengan tema Mewujudkan Mimpi Indonesia Bebas Korupsi, yang diadakan oleh GNPK Pusat



2 komentar:

  1. Gerakan sosial ini harus dikampanyekan secara masif, supaya Indonesia bisa bebas korupsi

    BalasHapus
  2. setuju, gerakan yang masif, akan efektif, karena berasal dari kesadaran masyarakat
    makasih ya sudah mampir, salam

    BalasHapus