Rabu, 04 Februari 2015

Peduli, Tak Selalu Berbentuk Materi

Tantangan mba Ani Berta, bagiku menjadi tidak mudah, karena aku tidak memiliki background pendidikan khusus, bahkan aku merasa tak memiliki ketrampilan apapun. Tetapi, karena menulis sudah menjadi kebutuhan, dan tantangan itu selalu mengasyikkan, ya disambar sajalah.

Saat berada di desa kelahiranku sana, aku aktif di masyarakat, mulai mengajar anak-anak kecil lewat  TPQ, memberi motivasi kepada remaja, membantu sekolah mengisi kegiatan agama sampai mengisi pengajian untuk ibu-ibu muda.

Mungkin karena kegiatan sosial kujalani selama bertahun, tahun, ditambah dengan sifatku yang mudah tersentuh, mudah merasa iba melihat kondisi yang tidak menyenangkan, aku selalu ingin membantu dengan cepat, saat kutemukan seseorang memiliki masalah.

Tentu saja yang aku pedulikan adalah memang orang yang  membutuhkan bantuan, karena tidak semua orang yang memiliki masalah suka dibantu.

Masalah disini bisa apa saja bentuknya, bisa  kekurangan materi, kekurangan akses mendapatkan ilmu, dan laiinya. Semula aku ragu-ragu untuk melakukan berbagai bentuk kepedulian sosial, namun setelah beberapa kali aku buktikan, jika ternyata menunjukkan kepedulian bisa dengan berbagai cara.

Kenapa aku ragu-ragu? karena aku bukan termasuk orang yang memiliki kemampuan finansial cukup,  terlebih lagi aku hidup juga sendirian waktu itu.


Beberapa kejadian yang kusampaikan disini sama sekali tak ada niat untuk pamer, saya ingin berbagi setetes air, betapa menunjukkan kepedulian itu sesuatu yang membahagiakan.

Kisah pertama, saat pengajian anak yang aku ampu bersama beberapa kawan benar-benar tak memiliki apapun, bahkan ngaji dibawah pohon dengan tikar sobek, akupun cari akal. Kusurati beberapa media massa nasional, kuceritakan kondisi pengajian anak itu.

Alhamdulillah tak lama kemudian respon bermunculan dari berbagai tempat, mereka, orang-orang yang tidak kami kenal, mengirimkan dana, sehingga pengajian kami bisa berjalan dengan semestinya.

Bisa membeli buku Iqra', membuat beberapa kursi, dan bisa membenahi ruangan yang pantas, untuk kegiatan mengaji itu. Bahkan ada seorang donatur dari Jakarta yang setiap bulan mengirimkan dananya agar digunakan sebagai biaya operasional.

Kisah lain, aku bertetangga dengan sebuah keluarga yang kurang mampu dengan dua anak perempuan, anak yang kedua, sejak SD hingga SMU, tidak pernah memperoleh ranking dibawah satu.

Selalu saja ranking satu, meskipun belajar hanya menggunakan lampu minyak, makan sangat apa adanya, karena penghasilan orang tuanya yang tidak banyak.

Saat anak itu lulus SMU dan kutanya tidak akan melanjutkan karena bingung dengan biayanya.

Perasaanku seperti tidak terima, karena anak itu selain pandai, ibadahnya bagus, punya kemampuan leader ship oke, keperibadiannya juga sederhana, dimataku, anak ini istimewa. Aku tak bisa membiarkannya tidak melanjutkan sekolah karena ketidakmampuan finansial, namun aku juga tak mampu untuk membiayai dia.

Kembali aku berkirim surat ke media massa nasional, kuceritakan kondisi anak itu, bahkan aku bersedia mengirimkan copian raportnya sejak SD hingga SMU. Alhamdulillah, berbagai tawaran bertubi-tubi menawarkan bea siswa, menjadi anak asuh dan laiinya.
Anak itu tidak yakin, kalau para donatur itu akan mendanainya hingga kahir, dia selalu saja ragu.

Namun aku tak berhenti memberinya semangat, untuk terus maju.
Alhamdulillah akhirnya dia bersedia, dan aku dampingi mulai dari pandaftaran sampai mencari tempat untuk kost.

Akhirnya selain bisa kuliah, dia juga menjalin hubungan persaudaraan dengan salah satu donaturnya. Tawaran dari donaturnya untuk melanjutkan ke jenjang S2 dan akan diberi usaha, ditolaknya.
Menyelesaikan S1 dengan cepat, saat ini dia sudah menjadi sarjana, dan mengajar di sebuah SMP Negeri.

Ada lagi kisah aku jalan-jalan diseputar desaku, dan menemukan seorang ibu dari keluarga tak mampu menderita penyakit ( aku lupa, entah gagal ginjal, entah tumor ) hingga perutnya membesar dan badannya sangat kurus. Anaknya ada lima dan suaminya entah ada dimana.

Aku langusng menemui kepala desa, dan kuceritakan kondisinya. Aku hanya bilang pada bapak kepala Desa, mungkin sakitnya tak akan sembuh, namun tolong diberikan perhatian, setidaknya dibawa ke Rumah Sakit. Keesokan harinya, ibu itu sudah dirawat di Rumah Sakit.
Bahkan saat ini, meskipun domisiliku sudah sangat jauh, aku masih membantu koordinasi dana, dari seorang kerabat, dibagikan kepada para dhuafa', dengan menjadi tempat merujuk tentang urgen tidaknya seseorang membutuhkan bantuan.

Aku bersyukur, ditengah ketidakmampuan finansial yang aku alami, masih diberi kesempatan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.
Pembelajaran apa yang aku dapatkan dari aktifitas itu?
  • Bahwa untuk peduli kepada siapapun tidak harus ditunjukkan dalam bentuk materi, meskipun idealnya adalah solusi yang menyeluruh, tanpa mengabaikan faktor-faktor edukasi. Membantu sambil memberikan pemberdayaan.
  •  Dengan sudah menyatakan kepedulian, kita tidak boleh merasa lebih dibandingkan dengan siapapun.
  • Kepeduliandan berbagi  adalah pembelajaran hidup yang  esensial
  • Bahwa sesungguhnya kebahagiaan tertinggi adalah peduli lalu memberi
Mari, selagi masih ada umur, peduli dan  berbagilah

7 komentar:

  1. waah dapet pembelajaran lebih disini,
    sepakat banget, kalo berbagi tuh ga perlu materi.

    hayuu atuuh kita berbagii!

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyya, ayuk, ayuuk, kita bisa berbagi pengalaman kok, berbagi itu indah
      makasih sudah mampir, ntar aku berkunjung deh

      Hapus
  2. inspiratif banget maakk ..
    #jadi terharu
    aQ mau jadi temanmu donk mak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih Meirida, hidup di desa memang lebih komunal, satu sama lain seperti saudara
      ayuuk berteman, makasih sudah mampir.
      Akan kukunjungi rumahmu deh

      Hapus
  3. Karna niat menolong itu, jadi semua dimudahkan ya Mbak... Sebetulnya kita hanya perpanjangan tangan Tuhan, bisa berbentuk apa saja yg lewat tangan kita. Nice post mbak! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mba Oty, iyah, setuju, semua hal yang baik yang kita lakukan, atas kehendak NYA.
      makasiiih mba sudah mampir

      Hapus
  4. Allahu Akbar... iya banyak orang mengganggap bantuan hanya sebatas materi... padahal banyak sekali macamnya

    BalasHapus